Tak hanya itu, Ali juga meluruskan berbagai miskonsepsi soal panas bumi, termasuk kekhawatiran terkait dampak lingkungan seperti pencemaran air tanah atau eksploitasi berlebihan.
“Sumber energi panas bumi berada jauh di bawah permukaan bumi, terpisah dari sistem air tanah yang digunakan masyarakat. Jadi tidak mengganggu kebutuhan air warga. Selain itu, emisinya sangat rendah dibandingkan pembangkit konvensional,” ujarnya.
Ali mencontohkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Jawa Barat, yang telah beroperasi sejak 1983. PLTP ini menjadi bukti konkret keberhasilan pengembangan energi hijau di Indonesia.
Sebagai contoh keberhasilan, Ali menilai kolaborasi antara industri dan masyarakat. Di Kamojang, masyarakat dan industri telah hidup berdampingan secara harmonis lebih dari 40 tahun.