Peluncuran perdagangan karbon ini merupakan tindak lanjut dari amanat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
Meski demikian, perdagangan karbon ini masih belum melalui bursa karbon secara resmi. Skema yang dijalankan dalam perdagangan karbon adalah sistem perdagangan karbon mandatori atau emission trading system (ETS) yang dikenal juga dengan nama Cap and Trade Scheme.
ETS memang berbeda dengan skema pajak karbon. Dalam pajak karbon, pajak dikenakan atas karbon yang dihasilkan jika melebihi dari batas yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.
Misalkan, sebuah PLTU menghasilkan 1,5 juta ton CO2 dalam setahun. Berdasarkan kebijakan yang berlaku, CO2 yang boleh dihasilkan oleh PLTU tersebut hanya 700 ribu ton. Maka, PLTU tersebut harus membayar 800 ribu ton CO2 berupa pajak.
Adapun dalam UU No 6 2021 telah ditetapkan tarif pajak karbon minimal Rp30 per kilogram CO2 equivalent. Maka, jika PLTU tersebut mengeluarkan emisi melebihi batas 800 ribu ton CO2 harus membayar Rp24 miliar untuk pajak karbon.
Jika ternyata PLTU tersebut dapat menurunkan emisi karbon pada level 700 ribu ton per tahun maka tidak akan terkena pajak karbon.
Tidak seperti pajak karbon, ETS tidak menggunakan skema penalti. PLTU nantinya tetap diberikan kuota minimal CO2. Jika PLTU menghasilkan CO2 lebih besar dari batas yang ditentukan, maka PLTU ini harus membeli kredit emisi ke perusahaan lain yang menghasilkan emisi di bawah kuota minimal.
Cara tersebut diyakini akan memicu terjadinya perdagangan yang alami antara yang membutuhkan kuota CO2 dan yang punya tabungan CO2 dan harganya akan bergantung pada supply dan demand pasar atau diatur oleh pemerintah.
Adapun menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selain dari subsektor pembangkit listrik, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon. Seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, industri umum, dan lain sebagainya. (ADF)