IDXChannel - Presiden Joko Widodo membentuk satuan tugas untuk memburu aset Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp108 triliun. Salah satu langkahnya dengan melayangkan gugatan hukum secara perdata.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan, karena tidak terdapat cukup bukti adanya unsur tindak pidana korupsi dalam kasus ini sementara ada kerugian keuangan negara secara nyata, maka negara akan mengajukan gugatan perdata. Hal ini mengacu pada Pasal 32 UU No 20/2001 tentang Tipikor. “Jadi putusan bebas tidak menghapus hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan negara,” jelas Edward dalam temu media terbatas di Jakarta, Jumat (9/4).
Seperti diketahui, Kementerian Hukum dan HAM dilibatkan dalam Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No 6/2021. Menteri Hukum dan HAM menjadi salah satu pengarah sementara Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham menjadi salah satu anggota. Menurut Edward, di bawah Ditjen AHU ada Direktorat Hukum Pidana Internasional yang menjadi pemegang otoritas apabila ada aset kasus BLBI di mancanegara.
Kejaksaan Agung, lanjut Edward, merupakan lembaga yang akan melayangkan gugatan perdata terkait posisinya sebagai pengacara negara. Mekanisme yang digunakan adalah Non-Conviction Based Asset Forfeiture karena kasus ini tidak memenuhi unsur pidana.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menghentikan penyidikan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, hal itu merupakan konsekuensi dari putusan Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan terpidana kasus ini, eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. MA memandang kasus ini bukan pidana. (Armydian/MPI)