"Ketika perusahaan sudah tidak bisa pinjam dana bank, karena sudah capai batas atas, maka bencana tahap satu pun datang. Ketika bencana tahap satu itu datang, harapan tinggal pada obligasi, medium term notes (MTM) dan sejenisnya. Tapi pemilik dana obligasi pun tahu, mana perusahaan yang masih bisa cari pinjaman bank dan mana yang sudah mentok," jelas Dahlan.
Di sisi lain, ada sumber pendanaan lain yang tergolong lebih murah jika dibandingkan dengan pinjaman bank dan obligasi. Dana yang dimaksud Dahlan adalah sub kontraktor.
"Tapi dana ini sudah lebih dulu dipakai. Inilah sumber dana tersembunyi yang penting sekali. Jarang yang menyadari ini, ketika sub kontraktor tidak kunjung dibayar, maka sebenarnya mereka itulah sumber dana terdepan BUMN Infrastruktur," kata dia.
Karena itu, Indonesia Investment Authority (INA) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) diharapkan menjadi wadah alternatif bagi pendanaan BUMN. Anggaran yang nantinya dihimpun yang berasal dari Amerika Serikat (AS), Uni Emirat Arab, Kanada, dan Jepang, akan menjadi sumber pendanaan BUMN Karya dan sektor lainnya.
Adapun laporan keuangan tahunan yang dirilis perusahaan konstruksi pelat merah. Dimana, PT Waskita Karya (Persero) Tbk mengalami kerugian hingga Rp7,3 triliun. Padahal, pada 2019 Waskita Karya mampu mengantongi laba bersih Rp 938 miliar.