Ardi melihat hal tersebut bukanlah hal yang baru dan sudah terjadi dalam waktu yang lama. Maraknya kebocoran data ini pun menandakan bahwa Indonesia tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan teknologi.
"Pada saat itu sudah kelihatan sekali bahwa kita tidak berdaya menghadapi perkembangan teknologi-teknologi peretasan atau penyadapan,"ujarnya.
Menurutnya satu hal sisi dari keamanan cyber itu adalah tergantung pada ketahanan fisik manusia dalam memantau peretasan tersebut. Sebab peretas, lanjutnya adalah adalah manusia paling sabar karena mereka sabar untuk melihat celah-celah, seluk beluk dari kulit data agar bisa melakukan peretasan.
"Sekarang kita tahu SDM keamanan cyber sangat terbatas jumlahnya bukan Indonesia saja tapi global saat ini posisi sekitar 3 juta posisi yang belum terisi sepenuhnya,"ujar dia.
Walaupun negara telah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sejak tahun 2017, menurutnya hal itu belum cukup untuk mengejar ketertinggalan dalam keamanan siber di Indonesia.
"Apakah cukup waktu? apa yang terjadi di dunia ini kita masih dalam ketertinggalan harus mengejar ketertinggalan di sana, SDM kurang, teknologi tidak punya," tuturnya. (FHM)