"Harganya sekitar Rp2 jutaan. Cukup low cost. Bisa dipasang di mana saja, tanpa melihat mitigasi permasalahannya seperti apa. Bisa di tempat orang merokok. Jadi tolong Pak Dirjen Gakkum, peredaran Alat IQAir ini tolong dihentikan," keluh Guswanto.
Sementara, Peneliti sekaligus Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Profesor Puji Lestari, mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mengkhawatirkan soal kualitas udara di Jakarta.
Puji mengatakan bahwa acuan kualitas udara dari produsen air purifier, IQAir, di sekitar kawasan Jakarta tidak sesuai dengan standar yang ada di Indonesia.
Alat detektor perusahaan tersebut menggunakan standar pengukuran yang dipakai di Amerika Serikat.
"Standar konsentrasi baku mutu Indonesia memakai 55 mikrogram per meter kubik. Kualitas udara masih sedang atau aman dan tidak berbahaya seperti yang banyak beredar," ujar Puji.
Sedangkan IQAir, menurut Puji, memakai standar Amerika dengan standar baku mutu 25 mikrogram per meter kubik.
Dengan acuan standar yang tidak sama, maka pantas saja bila kemudian angka kualitas yang dipaparkan di website IQAir terlihat memburuk.