IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani dijadwalkan akan melantik Letjen Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai yang baru, serta Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak, pada Jumat (23/5/2025).
Letjen Djaka pun diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan penuh dedikasi dan integritas. Sebab, penunjukan ini datang pada saat yang tepat, di tengah tantangan global dan domestik yang membutuhkan kebijakan dan tindakan yang tegas serta inovatif dalam menjaga penerimaan negara.
Terlebih, sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara, sektor cukai memiliki peran yang sangat vital dalam pembiayaan pembangunan nasional dengan kontribusi 10 persen total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dengan latar belakang pengalaman luas di bidang pengelolaan dan penegakan hukum, Letjen Djaka Budi Utama diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan, mempersempit celah peredaran barang ilegal, serta memperkuat basis penerimaan dari sektor cukai," ujar Ketua Umum Gerakan Pemuda Madura (Gapura) Abdul Razak dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Dia menegaskan, industri hasil tembakau (IHT) sebagai sektor strategis nasional tidak hanya berkontribusi terhadap penerimaan negara melalui cukai dan pajak. Namun, juga menyediakan lapangan pekerjaan (padat karya), termasuk petani tembakau dan cengkeh, pekerja pabrik, dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
"Letjen Djaka Budi Utama diharapkan mampu menyeimbangkan kebijakan fiskal dengan kepentingan sosial, terutama dalam menjaga keberlanjutan industri hasil tembakau nasional," ujarnya.
Selain itu, kata dia, Letjen Djaka juga diharapkan berkomitmen melawan peredaran rokok ilegal khususnya rokok polos (non cukai) yang merugikan industri hasil tembakau yang sedang berkembang dan merugikan penerimaan negara.
Hal itu merujuk data Kementerian Keuangan yang menyebutkan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44 persen, disusul palsu sebesar 1,95 persen, salah peruntukan (saltuk) 1,13 persen, bekas 0,51 persen, dan salah personalisasi (salson) 0,37 persen.
"Bea cukai harus extra ordinary memberantas peredaran rokok ilegal (polos) melalui kolaborasi dengan aparat penegak hukum, pelaku usaha IHT dan masyarakat demi menciptakan lingkungan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan," kata dia.
Sehingga, Letjen Djaka diharapkan bisa mengkaji ulang kebijakan cukai rokok yang eksesif dalam empat tahun terakhir. Sebab, instrumen cukai sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya industri kretek nasional yang berefek domino terhadap petani tembakau, cengkeh dan tenaga kerja.
(Dhera Arizona)