"Meskipun alokasi DBH Migas turun, alokasi DAU Kab. Kepulauan Meranti justru naik 3,67 persen menjadi Rp422,56 miliar. Sayangnya, indikator kinerja pengelolaan anggaran DTU (DAU dan DBH) di Kab. Kepulauan Meranti masih lebih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia. Nah makin terang!" ungkap Yustinus.
Dalam rangka membantu masyarakat miskin dari dampak inflasi, dia mengatakan pemda wajib mengalokasikan 2 persen dari DTU (DBH dan DAU) untuk perlindungan sosial (perlinsos). Akan tetapi, per tanggal 9 Desember 2022 Kab Kepulauan Meranti baru merealisasikan belanja wajib 9,76 persen, jauh dari rata2 secara nasional yang mencapai 33,73 persen. Ini kemudian membuat Yustinus prihatin.
Selain alokasi dari TKD, Kab. Kepulauan Meranti juga menerima manfaat dari belanja Pemerintah Pusat melalui K/L di wilayahnya. Total belanja K/L tersebut sebesar Rp137,99 miliar (2019), Rp154,59 miliar (2020), Rp118,03 miliar (2021), dan Rp120,41 miliar (2022). Dari pengelolaan APBD, sejak 2016 rata-rata serapan belanja hanya 82,11 persen. Untuk 2022 baru terealisasi 62,49 persen saja (per 9 Desember 2022).
Rendahnya penyerapan ini menunjukkan bahwa Kab. Kepulauan Meranti belum optimal mengelola anggaran terutama dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan yang tinggi, 25,68 persen.
"Jadi daripada menyampaikan pandangan tak berdasar dan tak sesuai mekanisme kelembagaan, Saudara Bupati Meranti seharusnya terus berupaya untuk memperbaiki kinerja dalam pengelolaan anggaran yang masih rendah dan pembangunan di daerah Meranti untuk kesejahteraan masyarakat daerahnya," papar Yustinus.