IDXChannel - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan ketersediaan produk ternak aman dan tercukupi, khususnya di masa pandemi COVID-19.
Untuk memenuhi ketersediaan produk pangan strategis atau ketahanan pangan asal hewan/ternak, pada tahun 2021 Ditjen PKH menggelontorkan program utama yaitu Program Ketersediaan, Akses dan Konsumsi Pangan yang berkualitas dengan target produksi daging untuk 7 komoditas ternak sebesar 4,54 juta ton.
"Selain melaksanakan Program Utama, Ditjen PKH juga melaksanakan Program Prioritas yaitu Program Sapi/Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan), Korporasi Peternakan, Bank Pakan, serta Hilirisasi dan Ekspor Peternakan," ungkap Direktur Jenderal PKH, Nasrullah di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Sementara Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (PPHNak), Fini Murfiani, menjelaskan, komoditas pangan asal hewan yang strategis di antaranya adalah daging sapi/kerbau, serta daging dan telur ayam ras. Dikatakan strategis karena termasuk pangan asal hewan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat atau banyak dibudidayakan oleh peternak.
Fini mengatakan, secara umum, produksi daging dan telur ayam ras nasional sudah dapat memenuhi kebutuhan nasional bahkan mengalami surplus. Sedangkan untuk daging sapi/kerbau masih terjadi defisit, sehingga perlu dipenuhi dari impor dalam bentuk daging sapi/kerbau beku dan sapi bakalan.
Pada tahun 2020 konsumsi daging sapi/kerbau nasional sebesar 2,53 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 681.180 ton, dengan produksi/stok dalam negeri sebesar 404.997 ton, maka masih terdapat defisit sebesar -276.183 ton.
Konsumsi daging turun
Sementara, konsumsi daging sapi/kerbau tahun 2020 tersebut menurun dari perkiraan awal sebesar 2,66 kg/kapita/tahun atau -4,89%, akibat pandemi Covid-19. Sedangkan, untuk tahun 2021 diperkirakan konsumsi daging sapi/kerbau nasional sebesar 2,56 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 696.956 ton, dengan produksi/stok dalam negeri sebesar 473.814 ton maka masih terdapat defisit sebesar -223.142 ton.
"Defisit tersebut dipenuhi dari impor daging sapi/kerbau beku dan sapi bakalan. Pada tahun 2021 diperkirakan terjadi penurunan impor sebesar 13,01 persen dibandingkan impor tahun 2020 yaitu dari 324.019 ton menjadi 281.867 ton," ungkap Fini.
Untuk daging ayam ras pada tahun 2020, semula konsumsinya diperkirakan sebesar 12,79 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 3,44 juta ton. Namun, akibat pandemi covid-19 konsumsi daging ayam ras menurun menjadi 10,10 kg/kapita/tahun atau -21,03%, sehingga kebutuhannya menjadi sebesar 2,72 juta ton.
Sebagai upaya menjaga stabilitas harga live bird atau ayam hidup di tingkat peternak, maka produksi harus disesuaikan dari 3,57 juta ton menjadi 3,22 juta ton, salah satunya melalui cutting HE DOC FS.
Sementara, untuk tahun 2021 untuk konsumsi daging ayam ras nasional diperkirakan sebesar 11,75 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 3,20 juta ton; dengan produksi sebanyak 4,03 juta ton maka masih terdapat surplus sebesar 0,83 juta ton.
Lalu, untuk konsumsi telur ayam ras pada tahun 2020, pada perkiraan awal sebesar 18,16 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 4,90 juta ton. Tapi, akibat pandemi covid-19 justru konsumsi telur ayam ras meningkat menjadi 18,35 kg/kapita/tahun atau 1,05%, sehingga kebutuhannya naik menjadi sebesar 4,95 juta ton.
"Kenaikan konsumsi/kebutuhan telur ayam ras ini diduga disebabkan terjadinya pergeseran konsumsi daging ayam ras ke telur ayam ras akibat Pandemi Covid-19," jelas Fini.
Untuk menjaga stabilitas harga, maka produksi menyesuaikan dari 5,04 juta ton menjadi 5,14 juta ton dengan cara memperpanjang masa produksi dari 92-93 minggu menjadi 95 minggu.
Sementara untuk tahun 2021 konsumsi telur ayam ras nasional diperkirakan sebesar 18,61 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 5,07 juta ton, dengan produksi sebanyak 5,10 juta ton maka masih terdapat surplus sebesar 32,26 ribu ton. (TYO)