IDXChannel - Data inflasi Amerika Serikat (AS) resmi dirilis pada 13 September 2022. Data Consumer Price Index (CPI) AS bulan Agustus tercatat sebesar 8,3 persen YoY. Meskipun angka ini turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,5 persen YoY, tetapi masih lebih tinggi dari ekspektasi konsensus Bloomberg sebesar 8,1 persen YoY.
Inflasi AS ini diramalkan akan berdampak pada kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed). Berdasarkan data World Interest Rate Probability Bloomberg, pelaku pasar global juga saat ini memperkirakan bahwa the Fed akan lebih agresif ke depan dengan kemungkinan menaikkan suku bunga acuannya.
Langkah agresif The Fed menaikkan suku bunga diperkirakan akan mencapai 175 basis point (bp) lagi hingga akhir tahun 2023 ke level 4,00 persen hingga 4,25 persen.
Salah satu sektor yang diprediksi terdampak adalah sektor properti. Kenaikan suku bunga The Fed terjadi pada akhir Juli 2022 dengan acuan sebesar 75 basis points (bps) ke kisaran 2,25 persen hingga 2,5 persen. Kenaikan suku bunga acuan ini terjadi untuk keempat kalinya sejak awal tahun. Jika diakumulasikan, kenaikan suku bunga The Fed telah mencapai 225 bps selama periode Januari-Juli 2022.
Guna merespon kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen.
Karena itu, dikhawatirkan suku bunga KPR akan ikut naik dan akan menjadi kendala untuk tren peningkatan bisnis properti yang mulai terjadi. Benarkah demikian?
Sektor Properti Bergeliat Lagi Pasca Pandemi
Hasil paparan publik (public expose/pubex) PT PP Properti Tbk (PPRO) pada 13 September 2022 lalu menunjukkan geliat sektor properti di Indonesia mulai terlihat pasca Pandemi Covid-19 mereda.
Beberapa kebijakan yang diberikan oleh pemerintah untuk menjaga sektor ini tetap stabil di antaranya dengan memberikan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 50 persen yang berlaku hingga September 2022, pelonggaran Rasio Loan To Value (LTV) ntuk Kredit Properti dan Rasio Financing to Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti hingga Desember 2022,
Juga adanya kemudahan investasi properti melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Kebijakan penjaminan kredit dan restrukturisasi, dorongan dari sektor infrastruktur, program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), promo menarik dari pengembang, dan beragam pilihan cara bayar dari perbankan.
Survei yang dilakukan Lamudi.co.id menunjukkan, upaya pemerintah dalam mendorong pemulihan sektor properti pada awal 2022 dengan beberapa insentif berhasil meningkatkan transaksi properti. Namun, insentif yang ditujukan untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mendapatkan akses pendanaan melalui KPR perlu ditingkatkan.
Gambaran Industri Properti sebelum dan selama Covid-19
Sumber: Pubex PT PP Properti Tbk
Inflasi AS Naik, Pasar Properti Aman?
Di sisi lain, survei yang dilakukan Rumah.com pada laporan Semester II tahun ini juga melihat sentimen masyarakat terhadap situasi pasar properti cukup positif. Para responden meyakini suku bunga KPR dan inflasi akan meningkat tahun depan. Meski demikian, 8 dari 10 responden mengaku tidak akan mengubah keputusan untuk membeli rumah di tahun depan.
Kondisi ini mengindikasikan, meskipun dunia tengah dihadapkan pada ancaman kenaikan suku bunga The Fed, hal ini diyakini tidak memengaruhi kinerja industri properti di Tanah Air.
Meskipun Bank Indonesia merespons langkah The Fed itu dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate, penyesuaian kredit kepemilikan rumah oleh bank juga tidak akan langsung diterapkan.
“Adapun temuan lain menyebutkan skema subsidi rumah yang saat ini diterapkan pemerintah hanya menguntungkan segelintir pihak sekitar 17 persen,” tulis laporan tersebut.
Sementara itu, hasil Indonesia Consumer Sentiment Index Rumah.com menyebutkan terjadi peningkatan pada laporan Semester II 2022. Indeks ini naik sebesar 3,5 persen dibandingkan semester sebelumnya, yakni berada pada angka 59.
Kenaikan indeks konsumen properti ini didorong oleh tingginya kepuasan terhadap iklim properti nasional, yang, menurut responden, ditandai dengan prospek jangka panjang yang baik, harga properti yang sesuai harapan, hingga beragamnya pilihan pembiayaan yang tersedia. (Lihat tabel di bawah ini.)
Meski demikian, kepuasan masyarakat terhadap upaya pemerintah membuat properti tetap terjangkau menurun dari 56 persen menjadi 53 persen. Kepuasan masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam menangani situasi yang terjadi saat ini juga menurun dari 22 persen semester lalu menjadi 16 persen pada semester ini.
Sentimen masyarakat terhadap suku bunga dan inflasi juga menjadi perhatian masyarakat. Para responden survei meyakini suku bunga KPR dan inflasi akan meningkat tahun depan.
Di lain pihak, hasil survei yang dilakukan oleh Lamudi.com, menemukan adanya kenaikan minat pembelian rata-rata properti dari periode Agustus 2021 hingga Mei 2022. Angka ini secara rata-rata bertumbuh sebesar 6,34 persen.
“Bila ditelusuri lebih dalam, dua kebijakan pemerintah berupa skema DP 0 persen yang dikeluarkan pada kuartal II-2021 dan perpanjangan insentif pajak yang terjadi pada Desember 2021 memiliki dampak positif pada pembelian properti,” ungkap laporan tersebut.
Indeks harga properti residensial di Indonesia juga terus mengalami peningkatan sejak 2019, menurut data Statista. Ini menjadi sinyal positif bagi sektor properti bahwa minat akan kepemilikan rumah juga akan tetap terjaga. (Lihat tabel di bawah ini.)
Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) BI juga menunjukkan hal yang sama pada triwulan I-2022. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang tercatat 1,87 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,47 persen (yoy). Sementara itu, harga properti residensial di pasar primer diprakirakan akan tumbuh terbatas pada triwulan II-2022 sebesar 1,16 persen (yoy).
Dari sisi penjualan, hasil survei triwulan I-2022 mengindikasikan adanya perbaikan penjualan properti residensial di pasar primer meskipun masih terkontraksi. Perbaikan tersebut tercermin dari penjualan properti residensial yang terkontraksi sebesar 10,11 persen (yoy) pada triwulan I-2022, lebih baik dari kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 11,60 persen (yoy).
Hasil survei juga menunjukkan, dari sisi konsumen, pembiayaan perbankan dengan fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama dalam pembelian properti residensial dengan pangsa sebesar 69,54 persen dari total pembiayaan.
Mengulik Daya Beli Properti Milenial dan Gen Z
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyoroti kemampuan generasi milenial dan generasi Z (Gen Z) dalam membeli rumah. Menurutnya, kemampuan membeli atau Purchasing power generasi muda ini tidak mampu menjangkau harga rumah yang sudah sangat melambung.
“Purchasing power mereka dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya end-up tinggal di rumah mertua, atau dia nyewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga, kalau enggak punya rumah, itu juga jadi masalah lebih lagi, menggulung per generasi," ungkap Sri dalam dalam Webinar Road to G20 - Securitization Summit 2022 di Jakarta, Rabu (6/6/2022).
Lebih lanjut, dia menyebut terdapat backlog perumahan sebesar 12,75 juta. Itu artinya, jumlah penduduk yang membutuhkan rumah di Indonesia, terutama dari generasi muda yang akan berumah tangga cukup banyak, namun tidak bisa mendapatkan rumah.
Terlebih saat ini, kata dia, dari sisi suplai juga ada masalah. Harga tanah selalu ever-increasing, terutama di perkotaan dan bahan-bahan baku perumahannya. Kontribusi sektor perumahan, sambung Sri, kontribusi dan share-nya terhadap APBN cukup signifikan, apalagi ditambah dengan aspek penciptaan kesempatan kerja.
"Dia punya multiplier effect yang besar dan juga share-nya terhadap PDB di atas 13 persen. Namun, ini belum klop. Kita punya gap antara demand dengan purchasing power, itu namanya harap-harap cemas," terang Sri.
Meski demikian, kebutuhan akan rumah nampaknya akan tetap menjadi prioritas generasi ini. Hasil survei Rumah.com menunjukkan, 77 persen responden kalangan milenial lebih pilih menabung agar dapat membeli rumah dalam waktu setahun ke depan. Adapun survei ini dilakukan pada Juli hingga Desember 2020. (Lihat tabel di bawah ini.)
Digitalisasi juga telah mendorong Next Generation Property Buyers sebagai demografi pencari properti baru. Berdasarkan data dari Lamudi.co.id, pada periode Agustus 2021 hingga Mei 2022, kelompok umur 25 tahun hingga 44 tahun merupakan pencari properti terbanyak dengan angka mencapai 56,9 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sebagai info tambahan, berdasarkan klasifikasi harga Lamudi.co.id, tingkat disetujuinya pengajuan KPR untuk rumah berharga Rp200 juta hingga Rp600 juta adalah 39,28 persen, rumah berharga Rp600 juta hingga 1,6 miliar 55,60 persen, Rp1,6 miliar hingga Rp2 miliar 64,71 persen dan diatas Rp2 miliar 62,79 persen.
Dalam periode Agustus 2021 hingga Mei 2022, tingkat diterimanya pengajuan KPR melalui Lamudi.co.id secara total adalah 47,32 persen. Sementara pengajuan KPR pada rumah di kisaran harga Rp200 juta hingga Rp600 juta memiliki angka penerimaan terendah, kontras dengan angka penolakan yang berada pada 60,72 persen.
Meskipun di tengah badai ketidakpastian kenaikan suku bunga, paling tidak pasar properti Tanah Air masih cukup menunjukkan kinerja positif. Kondisi ini justru ditopang oleh kebutuhan generasi muda akan tempat tinggal yang semakin tinggi. Meskipun daya beli generasi ini akan properti perlu diwaspadai dan disokong oleh kebijakan yang mumpuni, seperti memperbanyak pemberian subsidi untuk memperoleh hunian. (ADF)