IDXChannel - Setelah terkontraksi dua kuartal berturut-turut atau paruh pertama tahun ini, ekonomi Amerika Serikat (AS) pulih di kuartal III dengan pertumbuhan positif. Meski demikian, inflasi masih mendekati level tertinggi 40 tahun dan kenaikan suku bunga yang tajam.
Neraca perdagangan AS lebih menguntungkan, sementara belanja konsumen dan bisnis mengalami kenaikan moderat. Kondisi ini mengimbangi penurunan lain di konstruksi perumahan.
"Tidak dapat disangkal, ekonomi AS sedang mereda," kata Kepala Ekonom EY-Parthenon, Gregory Daco seperti dikutip dari USA Today, Jumat (28/10/2022).
PDB AS, termasuk nilai semua barang dan jasa yang diproduksi di AS, mengalami pertumbuhan 2,6% di kuartal III, berdasarkan data Departemen Perdagangan pada Kamis lalu. Sementara di kuartal I dan II terkontraksi masing-masing 0,6% dan 1,6%.
Apakah AS bakal resesi pada 2023?
Laporan PDB ini muncul di tengah peringatan resesi dari hampir semua kalangan punggawa ekonomi. Namun terjadi defisit pertumbuhan pada semester I ini, sehingga lebih banyak surplus ketidakpastian di masa depan.
Mengutip CNN, ekonomi AS memang rebound dari pandemi Covid-19, namun telah terbebani oleh inflasi tinggi selama 40 tahun. Diperparah dengan suku bunga yang lebih tinggi karena The Fed berupaya menekan kenaikan harga.
Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan, serta kekurangan tenaga kerja menyusutkan PDB AS pada kuartal I dan II. Kontraksi dua kuartal ini memenuhi kriteria resesi, dan itulah yang mulai menimbulkan tanda bahaya.
Saat konsumen menghadapi tantangan tersebut, kondisi keuangan rumah tangga saat ini jauh lebih baik dibanding saat awal krisis keuangan pada 2008-2009. Pasar kerja masih kuat dengan pengangguran di level terendah setengah abad.
Perekonomian AS adalah yang terbesar di dunia dengan nilai USD21 triliun. Resesi memang menakutkan. Orang-orang kehilangan pekerjaan dan bisnis tutup. Tapi inflasi juga menakutkan dan dibutuhkan ekonomi yang melambat, bahkan mungkin resesi untuk mengendalikan lonjakan harga.
"Itulah mengapa saya mencoba untuk mengabaikan semua pertanyaan tetap apakah ada resesi atau resesi di paruh pertama karena inflasi cukup buruk," ujar Senior Analis Ekonomi Bankrate.com, Mark Hamrick.
Rasa sakit akibat inflasi akan lebih buruk daripada rasa sakit akibat meningkatnya pengangguran dalam resesi.
"Apa kesamaan resesi dan inflasi? Mereka memisahkan orang dari kemampuan untuk membeli hal-hal yang mereka inginkan dan butuhkan. Dan dalam hal ini, masalah inflasi benar-benar memengaruhi lebih banyak orang daripada jumlah pengangguran yang lebih besar dalam situasi ini," jelas Hamrick.
Resesi hampir tak terhindarkan setelah inflasi mencapai 5%. "Saya tentu tidak berpikir itu akan menjadi seperti krisis keuangan (2008). Hal-hal yang terjadi setelah pandemi dimulai. Inflasi yang mengakar, dan jauh lebih merusak daripada resesi singkat," ujarnya.
Rata-rata resesi sejak 1950 hanya berlangsung selama 10 bulan, tetapi ekspansi tipikal berlangsung selama 59 bulan.
CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon telah memperingatkan selama berbulan-bulan tentang badai ekonomi. "Ada banyak hal di cakrawala yang buruk dan yang bisa menempatkan AS dalam resesi," kata Dimon.
“Tapi itu bukan hal terpenting yang kami pikirkan. Saya akan lebih khawatir tentang geopolitik dunia saat ini," sambungnya.
Perang di Ukraina, Rusia yang agresif, ketegangan antara AmS dan China, serta hubungan yang retak dengan Arab Saudi, semuanya juga menimbulkan risiko.
Di AS, ekonomi tumbuh, pekerjaan berlimpah, inflasi menunjukkan tanda-tanda akan kembali dan pasar saham telah pulih kembali. Sedangkan di Eropa harga gas turun.
Sementara di China, pertumbuhan lebih baik dari yang diharapkan, meskipun ada kebijakan nol-Covid.
(FAY)