IDXChannel - Ibu Kota Jakarta masih diguyur hujan dalam beberapa hari terakhir. Banjir masih mengintai warga urban menyebabkan aktivitas sehari-hari jadi terganggu.
Beberapa titik di Ibu Kota terendam banjir selama beberapa hari dalam sepekan terakhir. Kemacetan parah pun terjadi imbas banjir yang menggenangi ruas jalan ibu kota.
Terpantau beberapa ruas jalan yang tergenang di antaranya Jalan Pangeran Antasari, Jalan RS Fatmawati, Jalan Tegal Parang. Di Jalan Kemang Timur 1, banjir membuat jalan tidak bisa dilewati kendaraan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat sejumlah wilayah tergenang banjir imbas Bendungan Katulampa siaga 1. Berdasarkan data Senin (10/10/2022) pukul 15.00 WIB sebanyak 12 RT di Jakarta Timur masih tergenang imbas luapan Kali Ciliwung dengan ketinggian bervariasi.
"BPBD mencatat genangan yang sebelumnya terjadi di 63 RT, saat ini menjadi 12 RT atau 0,039% dari 30.470 RT yang ada di wilayah DKI Jakarta," kata kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Isnawa Adji dalam keterengannya.
Sebelumnya, banjir di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan menyebabkan siswa di sebuah madrasah tsanawiyah negeri menjadi korban tewas. Kejadian nahas ini akibat korban tertimpa runtuhan tembok bangunan sekolah.
Tak hanya di Jakarta, bahaya bencana alam akibat perubahan iklim mengintai di seluruh Tanah Air.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Guswanto mengatakan perubahan cuaca ekstrem berpotensi tinggi menimbulkan bencana hidrometeorologi.
Hal tersebut perlu antisipasi melalui kesiapan infrastruktur untuk meminimalisir jatuhnya korban, baik korban material, maupun korban manusia.
Guswanto menjelaksan bencana hidrometeorologi merupakan bencana alam seperti banjir, longsor, banjir bandang, puting beliung, banjir rob dan lain sebagainya.
"Misal cuaca ekstrem ini faktornya curah hujan, curah hujan yang jatuh ini tentu akan mendapatkan respon, tentu akan mengalir, menguap, atau meresap," ujar Guswanto dalam Market Review IDXChannel, Selasa (11/10/2022).
Bencana Alam Akibat Perubahan Iklim Bakal Mengancam Pertumbuhan PDB
Menurut data BNPB, kejadian bencana yang dipicu oleh faktor cuaca seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor mendominasi sejak 1 Januari hingga 9 Oktober 2022.
Dilansir laman BNPB, Senin, (10/10), bencana banjir terjadi sebanyak 1.083 kali peristiwa, cuaca ekstrem 867 dan tanah longsor 483 kejadian. Selain itu disusul bencana karhutla sebanyak 239 kejadian, gempabumi dan gunungapi 21, gelombang pasang atau abrasi 21 dan kekeringan 4 kejadian.
Akibat dari rentetan bencana tersebut, sebanyak 160 jiwa meninggal dunia, 28 hilang, 790 luka-luka dan 3.193.001 terdampak bencana.
Kerugian yang ditimbulkan atas bencana selama 10 bulan ini meliputi 31.170 rumah rusak, 882 fasilitas rusak, 501 fasilitas pendidikan rusak, 306 rumah ibadah rusak, 75 fasilitas kesehatan rusak, 137 kantor rusak dan 137 jembatan rusak.
Lebih mengerucut, Kepala BNPB menerangkan bahwa selama sepekan terakhir, atau tepatnya sejak tanggal 3 sampai 9 Oktober 2022, telah terjadi 66 kejadian bencana hidrometerologi basah yang meliputi 35 kejadian bajir, 16 tanah longsor dan 15 cuaca ekstrem.
Dari seluruh kejadian itu, ada sebanya 9 jiwa meninggal dunia, 1 hilang dan 151.156 warga terdampak.
Tak hanya korban jiwa, kerugian ekonomi akibat bencana alam ini ditaksir fantastis.
Hasil kajian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan dampak perubahan iklim berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi Indonesia hingga Rp544 triliun selama 2020-2024.
Jumlah ini bahkan lebih tinggi dari anggaran subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp520 triliun untuk tahun 2022. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sementara selama periode 2010-2020, rata-rata kerugian ekonomi yang dialami oleh Indonesia akibat bencana hidrometeorologi setiap tahunnya yaitu sebesar Rp22,8 triliun.
Secara rinci, menurut Bappenas, terdapat empat sektor prioritas yang diperkirakan akan mengalami kerugian signifikan.