IDXChannel - Tantangan ekonomi di negara-negara Eropa mulai berdampak terhadap eksportir Asia Tenggara, khususnya di bidang manufaktur tekstil yang menjadi sektor terbesar.
Melansir ABS-CBN News, Kamis (27/10/2022) Eropa saat ini sedang berjuang menghadapi inflasi dan melonjaknya harga energi, diperkirakan krisis ini akan berlangsung hingga satu tahun mendatang.
Ekonom Maybank, Lee Shun Rong, mendukung pernyataan tersebut. Ia mengatakan Penurunan ekspor dari Asia Tenggara akan memburuk.
Penelitian yang dilakukan World Bank pada bulan lalu menyatakan dunia akan mengalami resesi pada 2023. Negara berkembang dan ekonomi berkembang kemungkinan akan mengalami serangkaian krisis keuangan.
International Monetary Fund (IMF) memprediksi Eropa mengalami pertumbuhan mencapai angka 3,1% pada 2022 dan akan mengalami penurunan dengan pertumbuhan hanya sebesar 0,5% pada 2023.
Data ekspor Asia Tenggara secara keseluruhan akan dirilis pada akhir tahun ini. Namun, data ekspor dari Asia Tenggara dari Januari 2022 sampai saat ini menunjukkan terjadinya penurunan semenjak Juli.
Data dari Departemen Umum Bea dan Cukai Kamboja menunjukkan negara tersebut memiliki pertumbuhan eskpor dari tahun ke tahun sebesar 37% antara Januari dan Juni. Namun, pada Juli menurun menjadi 19,9% dan pada Agustus semakin menurun menjadi 2,7%.
Selain itu, angka ekspor pada September mengalami penurunan sebesar 7,5% dibandingkan dengan September tahun lalu.
Sekertaris Jenderal Asosiasi Produsen Garmen Kamboja, Ken Loo, menyatakan angka ekspor akan terus mengalami penurunan pada kuartal keempat 2022 hingga 2023.
Selain Kamboja, Vietnam juga mengalami penurunan sebesar 14% antara Agustus hingga September, sebelumnya aktivitas perdagangan Vietnam dan Uni Eropa mengalami kenaikkan hingga 14,8% pada tahun lalu atau setara dengan USD63,3 miliar.
Menurut UOB Research yang berbasis di Singapura, angka pertumbuhan ekspor Malaysia pada 2022 mencapai 26% dan diperkirakan akan mengalami penurunan menjadi 1,3% pada 2023.
Direktur European Union Center di Singapura, Lay Hwee Yeo, mengatakan inflasi dan resesi yang mengancam di Eropa telah menyebabkan ekspor yang melambat dari Asia Tenggara. Perlambatan ekonomi di UE tentu akan berdampak pada negara-negara Asia Tenggara karena UE adalah salah satu dari empat mitra dagang teratas dari banyak negara Asia Tenggara.