IDXChannel – Fenomena El Nino ternyata membawa dampak buruk bagi industri kopi Indonesia. Sebab, dua varian utama, Arabika dan Robusta, akan terganggu produksinya.
Tanaman kopi Arabika dan Robusta sendiri bisa tumbuh optimal di rentang suhu 18- 22 derajat celcius dan 22-28 derajat celcius.
“Produksi panen (kopi) di Indonesia yang di tahun 2023, itu mengalami penurunan yang cukup signifikan,” ujar Global Coffee Trader, Moelyono Soesilo, dalam jumpa pers, di Excelso Central Park, Jakarta, Rabu, (11/10/2023).
“Itu angkanya sekitar 25-30 persen dari angka normal. Tapi itu belum final karena ini tahun 2023 ini kan masih ada 3 bulan lagi,” sambungnya.
Moelyono menjelaskan, dalam kondisi ini, meski Arabica dan Robusta sama-sama terancam, namun produksi Arabica di Indonesia ternyata lebih terkena dampak dari El Nino.
Sehingga Indonesia seharusnya sudah mulai mencari alternatif untuk lebih mengembangkan produksi kopi Robusta. Sebab, varian kopi itu lebih tahan dalam kondisi cuaca apapun dan memiliki perawatan yang cenderung mudah daripada Arabica.
“Arabica lebih terancam. Karena Arabica itu harus di daerah dingin,” ujarnya.
“Yang harus dikembangkan mungkin Robusta. Karena lebih tahan penyakit, kemudian perawatannya mudah. Produktivitasnya bisa jauh lebih tinggi daripada arabica,” lanjutnya.
Selain itu, Moelyon menyebut, cuaca yang tak menentu, curah hujan yang tidak teratur, badai, atau kekeringan berkepanjangan yang disebabkan perubahan iklim mengakibatkan ‘kejutan sistematik’ harga komoditas kopi dunia.
“Perubahan iklim akan mendisrupsi pertanian, perdagangan, dan bisnis kopi global dan akan mengubah lanskap persaingan persaingan produsen-produsen kopi di seluruh dunia,” ungkapnya.
Belum lagi, adanya persebaran hama dan penyakit, serta praktik bertani yang tak lagi sesuai juga akan berdampak pada keberlanjutan produksi kopi.
“Kemudian di tahun ini kita sudah melihat sendiri, sampai di Oktober kita masih mengalami kemarau. Yang harusnya di bulan September-Oktober itu kita sudah mulai mengalami pergantian dari musim kemarau ke musim hujan, akibat dari El Nino itu sendiri,” tuturnya.
“Nah, akibat dari El Nino ini sendiri, yang kalau sampai berkepanjangan di bulan November, yang saya pastikan recovery untuk 2024 dipastikan itu tidak akan terjadi lagi,” sambungnya.
Pada era perubahan iklim, kecocokan penanaman kopi di empat negara produsen kopi terbesar dunia, Brazil, Vietnam, Kolombia, dan Indonesia menurun. Sebaliknya di negara seperti USA, Argentina, Uruguay, dan Cina tingkat kecocokannya meningkat. Akibatnya peta kompetisi kopi dunia juga akan bergeser.
“Nah ini akan bikin masalah juga. Jadi saya dalam 30 tahun lebih bisnis kopi, itu tidak pernah mengalami kondisi yang seperti ini. Dua tahun berkali-kali gagal panen. Tapi, semakin lama kita mendapatkan hujan, itu kerusakannya akan terjadi,” paparnya.
Tantangan dan peluang perdagangan kopi di era perubahan iklim ini akan menjadi diskusi yang menarik para pakar dan pelaku bisnis kopi global dalam Indonesia Coffee Summit #ICS2023 dengan topik “Coffee in the era of Climate Change” di Taman Ismail Marzuki, pada 23 Oktober 2023 mendatang.
Ada World- Renowned Commodity Market Analyst Judith Ganes, Executive Director Philip Nova Pte Ltd Thair Hussain, dan Moelyono Soesilo sebagai seorang Global Coffee Trader yang akan mengupaskannya di gelaran tersebut.
Diskusi insightful ini akan didahului oleh keynote speech oleh Dr. Ir. Surip Mawardi, SU., legenda kopi Indonesia bertajuk ‘Indonesia Coffee: The Climate Change Challenges’.
Di sisi lain, Indonesia Coffee Summit diperjuangkan untuk menjadi event kopi keempat paling prestisius di dunia setelah Swiss Coffee Dinner (Swiss), Asia International Coffee Conference (Vietnam), dan Sintercafe (Costa Rica) dengan mengusung keunikan diversitas dan otensitas kopi Indonesia.
(FRI)