Menurut dia, masalah BUMN sekarang justru di arah sebaliknya dimana dulu mereka datang sebagai pionir di bidang produk dan jasa tertentu karena belum ada pelaku bisnis lain, namun sekarang sudah banyak pemain yang bergerak di bidang yang sama.
"Idealnya BUMN itu sebagai kontributor. Artinya produk dan jasanya betul-betul dibutuhkan publik dan tingkat kesehatannya juga berimbang," ungkapnya.
Dia menuturkan, dari tingkat kesehatan BUMN juga perlu diperhatikan produk dan jasa yang dijual agar bisa bersaing dengan pemain lain.
"Jadi kalau wacananya menutup BUMN dengan pendapatan di bawah Rp50 miliar, menurut saya karena produk dan jasanya sudah bisa digantikan dengan pelaku bisnis yang lain. Kemudian sebagian kondisi internal kesehatannya jga tidak cukup prima sehingga mungkin lebih baik BUMN dalam klaster seperti ini di take over sama yang lain," tuturnya. (RAMA)