sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

ESDM: Transisi Energi di Asia Tenggara Butuh Modal USD29,4 Triliun

Economics editor Atikah Umiyani/MPI
25/08/2023 15:55 WIB
Transisi energi di wilayah Asia Tenggara membutuhkan modal. Tak main-main, modal untuk merealiasasikan itu mencapai USD29,4 triliun.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

IDXChannel - Transisi energi di wilayah Asia Tenggara membutuhkan modal. Tak main-main, modal untuk merealisasikan itu mencapai USD29,4 triliun.

Hal ini dikatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Menurut dia, data ini didapat dari Laporan IRENA Renewable Energy Outlook for ASEAN.

"Jadi untuk melaksanakan transisi energi, ASEAN membutuhkan pendanaan sebesar USD29,4 triliun hingga tahun 2050 dalam skenario 1,5 C dengan 100% energi terbarukan," kata Arifin Tasrif saat membuka acara Sustainable Energy Financing And Mobilization of Energy Investments To Ensure Energy Security And Achieve NDCs In ASEAN di Bali, Jumat (25/8/2023). 

Dia menambahkan, saat ini negara anggota ASEAN telah menyadari pentingnya pengembangan energi berkelanjutan, keamanan energi, dan penanganan perubahan iklim.

Oleh sebab itu maka beberapa strategi sedang dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Termasuk dengan mengembangkan konsep yang jelas untuk pendanaan transisi energi yang berkelanjutan, menetapkan peta jalan energi terbarukan jangka panjang, serta menerapkan teknologi ramah lingkungan.

Arifin menuturkan, kebutuhan dana sebesar itu ditujukan untuk pengembangan pembangkit energi terbarukan, transmisi (nasional dan internasional), distribusi, dan penyimpanan, pasokan biofuel, elektrifikasi (mobil EV dan pengisi daya EV), serta dalam mempertimbangkan perspektif biaya yang lebih luas yang mencakup biaya bahan bakar, pengoperasian dan pemeliharaan.

"Untuk membiayai langkah-langkah ini, pembiayaan energi berkelanjutan sangat dibutuhkan. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain, pembiayaan campuran yang bentuknya bisa bermacam-macam, seperti hibah, pinjaman lunak dengan persyaratan yang menguntungkan, dan investasi bersama," katanya.

Sementara Kedua, Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) dan Pendanaan Internasional dengan mengakses dana iklim internasional, seperti Green Climate Fund, dapat menyediakan sumber daya tambahan untuk inisiatif energi bersih.

Selain pendanaan lingkungan yang kondusif bagi investor, hal yang penting lainnya yaitu memobilisasi investasi energi ramah lingkungan.

"Hal ini dapat diciptakan melalui pemberian insentif, kerangka kebijakan yang jelas dan mendukung, termasuk rencana dan peraturan energi jangka panjang dapat membangun kepercayaan investor. Terakhir, Prosedur Investasi yang Transparan," kata dia. 

Senada, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi juga membenarkan bahwa untuk melaksanakan transisi diperlukan pendanaan dan investasi dan hal ini menurutnya menjadi tantangan besar yang harus diatasi.

"Mendapatkan pendanaan dari negara-negara maju seperti Just Energy Transition Partnerships (JETP), Asia Zero Emission Communities (AZEC), dan Energy Transition Mechanism (ETM) sangatlah penting." kata Yudo. 

"Selain itu, pembiayaan ramah lingkungan yang inovatif seperti obligasi ramah lingkungan, perusahaan jasa energi (ESCO), dan skema pembiayaan lainnya didorong untuk dijajaki dan diterapkan," tutup Yudo. (NIY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement