sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Finance Track G20 Jawab 5 Isu Strategis Global, Apa Saja?

Economics editor Michelle Natalia
18/07/2022 12:54 WIB
Presidensi G20 Indonesia Jalur Keuangan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat dengan merespons lima isu strategis global.
Finance Track G20 Jawab 5 Isu Strategis Global, Apa Saja? (Foto: MNC Media)
Finance Track G20 Jawab 5 Isu Strategis Global, Apa Saja? (Foto: MNC Media)

IDXChannel -  Presidensi G20 Indonesia Jalur Keuangan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat dengan merespons lima isu strategis global.
Respon terhadap lima isu strategis tersebut diwujudkan dengan pembentukan sistem kolaborasi dan kerjasama global dalam rangkaian side event G20 Finance Track.

Lima isu strategis tersebut sebagai berikut:

  1. Bagaimana mengatasi isu kesehatan akibat pandemi covid dan ketahanan pangan yang disebabkan gangguan pasokan.
  2. Bagaimana mengintegrasikan berbagai kebijakan makroekonomi menjadi bauran kebijakan yang efektif.
  3. Bagaimana menerapkan bauran kebijakan tersebut untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat pemulihan ekonomi. 
  4. Bagaimana CBDC dapat dirancang sehingga dapat memfasilitasi konektivitas pembayaran lintas negara namun tetap menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, lebih lanjut meramu mitigasi dampak negatif dari asset kripto terhadap stabilitas sistem keuangan melalui kerangka pengaturan dan pengawasan yang efektif.
  5. Bagaimana sinergi antara upaya transisi, termasuk dukungan keuangan berkelanjutan menuju net zero carbon emissions.

Kelima isu tersebut dilatarbelakangi kerentanan perekonomian global dengan tingkat inflasi yang tinggi dengan pemulihan yang lebih lemah. Perang yang tengah berlangsung di Ukraina, disertai dengan tindakan kebijakan dalam merespon perang dan kebangkitan COVID-19 di beberapa negara, telah memperpanjang gangguan rantai pasokan. 

Kondisi tersebut, seiring dengan meluasnya kebijakan inward looking, khususnya komoditas pangan di sejumlah negara, telah mendorong kenaikan harga komoditas internasional secara signifikan sehingga meningkatkan tekanan inflasi global. 

Sebagai tanggapan, beberapa negara telah memulai pengetatan kebijakan moneter yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi global dan meningkatkan risiko stagflasi. 

"Pertumbuhan ekonomi di negara-negara ekonomi utama juga diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Secara berkepanjangan, hal ini meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global sekaligus menahan aliran modal asing dan memperburuk tekanan mata uang di negara berkembang. Selanjutnya, dalam gala seminar yang berlangsung, dielaborasi respon terhadap kelima isu global dimaksud," jelas Perry dalam siaran pers, Senin (18/7/2022).

Respon pertama terkait food security dan health dibahas pembentukan sistem kolaborasi dan kerjasama global (Global Collaboration and Cooperation) untuk mengatasi tantangan kerawanan pangan (food insecurity) yang terus meningkat. 

Kolaborasi dan kerjasama global tersebut akan memiliki fokus pada upaya mendukung ketahanan pangan dengan memastikan keterjangkauan (affordability) dan kemudahan perolehan (accessibility) pangan, serta meningkatkan ketersediaan data untuk pupuk. 

Di samping itu, disepakati pembentukan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund) untuk membantu memastikan pembiayaan yang memadai, berkelanjutan, dan terkoordinasi untuk tindakan pencegahan (prevention), kesiapsiagaan (preparedness), dan penanggulangan (response) terhadap pandemi di masa depan. Dana tersebut dikelola oleh World Bank dengan komitmen awal sebesar USD1,1 miliar.

"Respon kedua mengulas bauran kebijakan makroekonomi, membahas upaya untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi di tengah berbagai tantangan yang dihadapi. Pertama, fundamental makroekonomi yang kuat yang dapat dicapai melalui kebijakan fiskal, moneter, serta stabilitas keuangan yang terencana, terukur, dan terkomunikasi dengan baik," tambahnya.

Kedua, kebijakan moneter yang pre-emptive, front-loading, dan ahead the curve. Hal ini dicapai tidak hanya melalui suku bunga, melainkan juga instrumen lainnya antara lain stabilisasi nilai tukar, pengelolaan aliran modal, serta koordinasi dengan Pemerintah. Ketiga, memperkuat sisi suplai melalui kebijakan sektor riil dan reformasi struktural.

Respon ketiga bertajuk kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk stabilisasi dan pemulihan. Pertama, kebijakan moneter perlu kembali menitikberatkan pada stabilitas harga secara preemptive dan forward-looking untuk mengendalikan ekspektasi inflasi disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. 

Kebijakan suku bunga tetap menjadi instrumen utama, dilengkapi dengan intervensi nilai tukar dan manajemen arus modal, terutama di negara berkembang dengan pasar keuangan yang belum dalam. Kedua, pentingnya pendekatan yang semakin granular dan mikro untuk menjaga kestabilan keuangan, terutama sektor korporasi dan rumah tangga. 

Respon keempat, kata Perry, menghadirkan Central Bank Digital Currency (CBDC) dan asset kripto, disambut baik berbagai inisiatif rancangan CBDC, khususnya dalam penggunaan untuk interoperabilitas dan pembayaran lintas-batas (cross-border payments).

Di samping itu, rancangan CBDC juga perlu menjamin stabilitas moneter dan keuangan internasional. Diskusi juga membahas pentingnya kerangka regulasi dan pengawasan yang kokoh dari asset kripto, termasuk yang disebut stablecoin, dengan menerapkan prinsip 'same activity, same risk, same regulation'. 

"Tujuan yang ingin dicapai adalah memitigasi risiko dari penggunaan aset kripto dan memastikan level playing field, dengan tanpa menghambat inovasi dan inklusi. Membangun kesadaran public akan risiko penggunaan asset kripto merupakan hal penting," ungkapnya.

Respon kelima terkait ekonomi dan keuangan hijau membahas berbagai rekomendasi dalam rangka mengembangkan kerangka untuk pembiayaan transisi menuju net zero emission, meningkatkan kredibilitas lembaga keuangan menuju tujuan tersebut, dan meningkatkan inovasi pada instrumen dan pasar keuangan berkelanjutan. Dalam hal ini, ditekankan pentingnya pertukaran pengalaman dalam rangka mendorong pembiayaan dan investasi yang mendukung transisi menuju net zero emission.

(DES)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement