sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Geliat UMKM Banyumas, Bertahan 3 Generasi hingga Ekspor ke Mancanegara

Economics editor Kurnia Nadya
24/11/2025 12:27 WIB
Bank Indonesia Purwokerto berkomitmen untuk mendukung UMKM agar pelaku usaha dapat bertahan di era digital dan mengembangkan pasarnya.
Geliat UMKM Banyumas, Bertahan 3 Generasi hingga Ekspor ke Mancanegara. (Foto: IDXChannel)
Geliat UMKM Banyumas, Bertahan 3 Generasi hingga Ekspor ke Mancanegara. (Foto: IDXChannel)

IDXChannel—Sampai dengan 2023, perekonomian Kabupaten Banyumas digerakkan oleh industri dan usaha yang mayoritas berskala kecil dan mikro. Pada periode ini, pemda setempat mencatat hanya ada enam industri besar dan 55 usaha menengah. 

Melansir laman Pemkab Banyumas (23/11/2025), jumlah UMKM di Banyumas mencapai 89.553 unit, lebih dari 90 persen adalah usaha skala kecil. Sedangkan jumlah industri di kabupaten ini berjumlah 44.270 unit, hanya 83 unit yang berskala besar dan menengah. 

Artinya, keberadaan UMKM dan IKM di Banyumas berperan sentral dalam kehidupan dan perekonomian masyarakat setempat. Sejatinya, usaha dan industri kecil diharapkan untuk dapat berkembang dan naik kelas secara bertahap. 

Namun para pelaku usaha dan industri kecil menengah ini menghadapi segunung kendala dan keterbatasan. Masalah utama yang umum dihadapi adalah modal terbatas dan wawasan bisnis yang juga terbatas. 

Seperti yang dihadapi Slamet Hadipriyanto, generasi ketiga di keluarganya yang kini meneruskan Toko Batik Hadipriyanto sejak tahun 2000-an. Usaha ini telah berusia lebih dari lima dekade, mampu bertahan tetapi dengan upaya yang tidak mudah. 

Selain menghadapi penurunan regenerasi perajin batik andal, Slamet juga menghadapi kenaikan harga kain dari tahun ke tahun. Sementara dia harus tetap menyesuaikan harga jual dengan harga produksi dan upah perajin. 

Secara bersamaan Slamet juga harus mengejar waktu produksi agar dapat menerima pesanan konsumen. Dalam keterbatasannya ini, bantuan alat cetak untuk printing pola dasar batik yang diberikan Bank Indonesia melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto (KPw BI Purwokerto) menjawab kebutuhannya.   

Dengan alat cetak itu, workshop-nya dapat mencetak pola dasar untuk 60 lembar kain dalam satu hari. Siap diwarnai dan ditulis dengan canting. Sementara jika seluruh proses dilakukan dengan tulis canting, pengerjaan satu kain bisa memakan waktu lebih lama. 

Turun Tangan Bank Indonesia Menopang dan Mendorong UMKM Banyumas 

Batik Hadipriyanto bukanlah satu-satunya UMKM yang mendapat perhatian dari Bank Indonesia. Kelompok Tani Marsudi Lestari di Desa Dawuhan adalah contoh lain gambaran keberhasilan dukungan terhadap UMKM.  

Kelompok tani ini membudidayakan padi organik dan sukses swadaya berkat bercocok tanam secara organik, bebas dari bahan kimia. Upaya penanaman padi organik telah dilakukan sejak 2017. 

Marsudi Lestari beranggotakan 14 petani dengan total luasan lahan 5 hektare. Metode penanamannya sama dengan padi non-organik, perbedaan utama dari kelompok ini adalah penggunaan pupuk dan penghalau hama organik. 

Beralih ke budidaya organik bagi petani bukanlah hal yang mudah. Sebab lahan harus disehatkan terlebih dahulu, lahan milik Marsudi Lestari saja memerlukan waktu dua tahun untuk memperbaiki kesuburan tanah. 

Setelah padi ditanam, segala jenis obat penyubur dan penghalau hama yang dipakai Marsudi Lestari dibuat secara swadaya oleh anggotanya. Jenis obat yang berhasil diproduksi misalnya Nitrobakteri untuk tanah, nutrisi agar bulir padi padat, penguat akar, dan pestisida nabati. 

Semua obat pertanian buatan kelompok ini menggunakan jerami, sekam (kulit padi), dan limbah organik.  Salah satu pestisida nabatinya—pupuk ‘asap cair’ pengusir walang sangit—dibuat dengan mesin penyulingan bantuan dari Bank Indonesia.
 
 

“Teman-teman dulu kena walang sangit itu bingung, sekarang dengan ada pupuk asap cair ini, sudah tidak khawatirnya. Kami baru buat asap cair ini setelah mesin penyulingannya ada,” kata Slamet, Ketua Poktan Marsudi Lestari. 

Rampung dengan persoalan obat-obatan pertanian, Marsudi Lestari masih harus memikirkan pemasaran dan penjualan. Karena beras non-organik lebih populer, mau tidak mau kelompok ini harus menjajal semua wadah penjualan yang ada. 

Termasuk penjualan secara online di e-commerce. Dalam hal ini, Bank Indonesia memberikan pembinaan dan bimbingan bagi para anggota untuk mempelajari seluk beluk penjualan online, termasuk cara pengemasan dengan standar yang dapat diterima konsumen. 

Mesin vacuum pemberian Bank Indonesia pun memungkinkan Marsudi Lestari mengemas beras organik kemasan 1 kg untuk dijual di e-commerce. Anggota poktan juga menerima pelatihan tentang pembayaran lewat QRIS.  

Berkat budidaya organik ini, Marsudi Lestari tidak perlu bergantung pada kuota pupuk kimia dari pemerintah. Hasil panen sudah menyamai sawah non-organik, dan hasilnya mencukupi untuk konsumsi anggota kelompok serta dijual ke konsumen. 

Selain itu, Marsudi Lestari kini juga memasok beras organik untuk Koperasi Desa Merah Putih di wilayahnya. Kelompok ini memasok secara konstan, jika stok koperasi habis maka Marsudi Lestari akan segera mengirim pasokan baru. 

Meski sudah terbilang sukses swadaya, Slamet berharap Bank Indonesia tetap memberikan pelatihan kepada anggota poktannya, terutama dalam bidang penambahan wawasan soal pupuk dan obat pertanian organik. 

“Harapannya kami bisa memasarkan ke petani lain, banyak teman-teman di luar ingin beli obat-obatan buatan kami. Namun saya tidak berani jual, karena harus ada izin dan labelnya,” aku Slamet. 

Usaha lain yang turut mendapat perhatian Bank Indonesia adalah Rumah Mocaf Indonesia di Banjarnegara, produsen tepung singkong termodifikasi yang kini sudah berhasil ekspor ke mancanegara. 

Usaha yang digawangi Riza Azyumarridha Azra ini berangkat dari keprihatinan terhadap harga singkong setempat yang anjlok, hanya Rp200 per kg, hingga membuat petani kebingungan dan membiarkan singkongnya busuk di lahan. 

Usai riset dan berkonsultasi sana-sini dengan pakar pertanian, lulusan Universitas Gadjah Mada ini berhasil membuat tepung singkong. Bebas gluten dan menggunakan singkong secara utuh, dipasarkan dengan brand Mocafine. 

“Mengawalinya dari 2014-2015. Waktu itu tidak ada kepikiran untuk dijadikan bisnis, niatnya untuk memberdayakan masyarakat. Kemudian saya ajarkan soal tepung singkong ini ke petani secara cuma-cuma,” kata Riza. 

Namun para petani kembali menghadapi kendala, karena petani kesulitan menjual tepung mocaf. Dari sinilah Riza memutuskan untuk menggunakan konsep sociopreneur untuk serius menggarap potensi singkong di Banjarnegara. 

Saat ini, Rumah Mocaf Indonesia 33 karyawan dan memproduksi 10 jenis produk olahan singkong. Yakni tepung singkong dan produk makanan yang dibuat dengan tepung mocaf, seperti kue kering dan keripik pangsit. 

“Waktu itu sempat putus asa memasarkan Mocafine, karena konsumen belum familiar dengan tepung singkong. Alhamdulillah Bank Indonesia datang untuk mengajak kami memasok tepung mocaf untuk paket sembako yang dibagikan ke masyarakat,” kata Riza. 

Bank Indonesia juga memberikan dukungan dan peralatan digital untuk pemasaran produk, dukungan pemasaran dengan ikut serta dalam ISEF (Islamic Sharia Economic Festival) di mana Rumah Mocaf mendapatkan pesanan ratusan ton dari buyer luar negeri. 

Kemudian bantuan mesin produksi tepung dan bimbingan penjualan lewat e-commerce Alibaba untuk memperluas penjualan ke luar negeri. Saat ini, rata-rata ekspor Rumah Mocaf mencapai sekitar 60 ton. 

Adapun juga negara tujuan ekspor tepung Mocafine adalah Turki, Dubai, Belanda, dan China. Bantuan mesin produksi itu memungkinkan Riza untuk lebih cepat mengolah singkong, alih-alih mengayak secara manual. 

Berkat Rumah Mocaf Indonesia, banyak ibu-ibu di sekitarnya kini berpartisipasi dalam produksi Mocafine. Mulai dari pengupasan singkong hingga pengolahan tepungnya. Para petani juga dapat menjual hasil panennya dengan harga Rp15.000/kg, lebih tinggi dari HET Kementan. 

Selain itu Rumah Mocaf Indonesia juga menjual produk mocaf di Koperasi Desa Merah Putih, dan berkolaborasi dengan sejumlah dapur Makan Bergizi Gratis yang dikelola Muhammadiyah untuk penyediaan makanan berbahan dasar tepung mocaf. 

Komitmen Bank Indonesia Purwokerto untuk Mendukung UMKM 

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Purwokerto beroperasi menaungi empat wilayah. Yakni Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. Tugas yang diemban tidak hanya mengatur jalannya sistem perbankan, tetapi juga pengendalian inflasi dan mengembangkan UMKM. 

Saat ini KPw BI Purwokerto memiliki lebih dari 180 UMKM binaan. UMKM yang dirangkul mencakup sektor kerajinan, produk makanan dan minuman, produk olahan, dan wastra (kain tradisional Indonesia). 

“Beberapa UMKM kerajinan di Cilacap sudah ekspor. Ada juga UMKM kopi dan produk perikanan yang sudah ekspor. Tujuan binaan Bank Indonesia adalah go digital dan go global,” kata Kepala KPw BI Purwokerto Christoveny. 

Dia mengatakan UMKM yang disasar Bank Indonesia adalah unit usaha yang sudah berjalan minimal dua tahun, memiliki potensi ekonomi lokal yang dapat dikembangkan, pelakunya berkomitmen tinggi untuk maju, dan masih menghadapi kendala. 

“Bank Indonesia masuk untuk mengatasi kendala-kendala itu agar mereka dapat terus maju mendukung pertumbuhan ekonomi daerahnya,” lanjut Christoveny. 

Pembinaan yang diberikan Bank Indonesia bersifat berkelanjutan, akan terus berlanjut sesuai tahap perkembangan UMKM. Sebab jalan usaha bersifat dinamis, usai rampung dengan kendala produksi, UMKM masih harus berinovasi dan memperluas pasarnya. 

Dua tahun pertama, pembinaan dari Bank Indonesia intensif dan terus berjalan hingga lima tahun. Ketika UMKM sudah mandiri, Bank Indonesia akan tetap memantau kelangsungan usahanya. 

“Misalnya masuk dalam pembinaan. Mulai dari produktivitas, peningkatan kapasitas, kualitas, lalu pemenuhan sertifikasi. Lalu perluasan pasar, saat pasarnya sudah cukup luas, saatnya masuk (pasar) global,” kata dia. 

Dalam mendukung UMKM, Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah dan universitas setempat. Menurut Christoveny, sangat penting UMKM mendapat perhatian khusus, terutama di daerah seperti Banyumas yang sebagian besar perekonomiannya ditopang oleh UMKM dan IKM. 


(Nadya Kurnia)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement