Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan bahwa dirinya justru khawatir dengan pidato Nota Keuangan Presiden Jokowi bahwa ekonomi Indonesia akan baik-baik saja. Bahkan, ia mengibaratkan pidato Jokowi ini seperti tanda-tanda orang mau meninggal dunia.
“Saya udah deg-degan tuh. Kompresensi ini bisa jadi tanda-tanda kita akan menghadapi krisis besar, kalau orang mau meninggal dia sadar dulu, memberikan fatwa, waris-waris selesai baru dia meninggalkan dunia,” kata Faisal di kesempatan sama.
Menurut Faisal, ia akan berdosa kalau tidak menyampaikan perspektif yang lain dari kondisi ekonomi hari ini. Dia menilai bahwa pengeluaran paling besar adalan bayar utang yang mencapai Rp 3.000 triliun, dan itu bukan tanda keberhasilan sebab sudah mencapai Rp 3.000 triliun, yang jumlah itu disebabkan karena pembayaran bunga pinjaman Indonesia yang naiknya luar biasa.
“Rp 3.000 triliun disebabkan bayar bunganya lebih banyak. Sehingga selama era Pak Jokowi sampai 2023 buat bayar dari APBN-nya 230,8 persen,” ungkapnya.
Kedua, sambung Faisal, pengeluaran yang meningkat besar yakni belanja barang, ketiga belanja pegawai, dan keempat belanja modal yang naik di era Jokowi sebesar 35,1 persen. Sementara untuk untuk konsumsi rakyat atau bansos naiknya 51,7 persen.
“Nilainya juga kalau 2023 Rp 168,6 triliun, jauh dari subsidi yang mencapai Rp 502 sekian triliun itu. Jadi inilah struktur, arsitektur APBN ini, belanja pemerintah pusatnya kemana ya?,” kata Faisal. (RRD)