sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Guncangan Ekonomi Diperkirakan Terjadi di 2023, Sanggupkah Ekonomi RI?

Economics editor Kiswondari Pawiro
22/08/2022 19:50 WIB
Presiden Jokowi berulangkali memperingatkan ancaman krisis dan gelapnya ekonomi dunia pada 2023, lantas mampukah ekonomi Indonesia menghadapinya?
Guncangan Ekonomi Diperkirakan Terjadi di 2023, Sanggupkah Ekonomi RI? (FOTO:  Ilustrasi MNC Media)
Guncangan Ekonomi Diperkirakan Terjadi di 2023, Sanggupkah Ekonomi RI? (FOTO: Ilustrasi MNC Media)

Cucun pun mengapresiasi terobosan automatic stabilization atau automatic adjustment yang diambil pemerintah yang menjadi suatu alat pengendali APBN. Ia pun mengingatkan konsep yang disampaikan dalam surat di Alquran, Surat Yusuf tentang bagaimana menghadapi kekeringan 7 tahun, harus dipersiapkan 7 tahun sekarang ketika kondisi space fiskalnya agak longgar.

“Jjangan ketika kita kaya kita boros, ketika menghadapi masa-masa krisis kita tidak punya bumper stock untuk menghadapi hal tersebut,” pesannya.

“Ketika krisis ini bantalan social safety net bisa segera dilakukan, untuk menghadapi krisis, untuk menggerakkan ekonomi duitnya ada atau alatnya ada. Countercyclical yang dipake kemaren, berani kepala BKF, beliau berani menggunakan countercyclical,” ungkap Cucun.

Oleh karena itu, Cucun menegaskan, diskusi ini akan membedah sepeti APBN 2023, dan automatic adjustment ini akan menjadi alat pengendali APBN ketika ada hantaman guncangan ekonomi dunia.

“Supaya kita bisa survive seperti sekarang ini,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa kalau IMF mengatakan kondisi ekonomi global akan gelap signifikan, menurutnya tidak ada yang segelap awal 2020 lalu, begitu juga saat Indonesia menghadapi varian Delta. Namun, itu semua dihadapi bersama dan dengan ketidakpastian bisa dilalui. 

Namun, Febrio mengakui bahwa tantangan yang akan dihadapi bertambah, pandeminya belum selesai. Tapi, apakah tantangannya lebih berat dari 2020, ia pun belum tahu. Yang pasti, Indonesia sudah punya modal kerja yang kuat yakni kolaborasi yang ke depannya itu bisa menjadi modal.

“Sebelum terjadinya geopolitik di akhir Februari 2022 kita sudah menghadapi inflasi yang tinggi di banyak dunia, karena apa? karena selama dua tahun masy dunia punya tabungan yang banyak, ketika mulai relaksasi masyarakat dunia ingin mobile dan ingin bergerak. Tapi sektor supply nya tidak bisa menyesaikan,” paparnya di kesempatan sama.

Kemudian, menurut Febrio, hal ini diperparah dengan geopolitik dimulainya perang di Ukraina. Dan konflik ini bukan sesuatu yang bisa dibayangkan akan selesai dalam waktu jangka pendek.

“Kita harus siap-siap tapi ini akan menjadi normal baru, antar kubu atau antar pihak belum akan selesai konfliknya dalam jangka pendek,” ujarnya.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement