Selain itu, minimnya kepemilikan sapi perah peternak rakyat (2-3 ekor per peternak), biaya pembesaran (rearing) anakan sapi perah yang cukup mahal, kurangnya pemahaman peternak rakyat akan Good Dairy Farming Practices (GDFP), serta masih minimnya minat anak muda untuk menjadi peternak juga disebut sebagai tantangan dari pengembangan produksi SSDN.
“Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan,” imbuhnya.
Oleh karenanya, guna mengatasi berbagai persoalan dalam pengembangan SSDN, diperlukan dukungan dan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada penanganan di sektor hulu baik koperasi susu dan peternak sapi perah. Misalnya, Kemenperin telah memberikan bantuan sebanyak 84 cooling unit kepada 68 koperasi susu di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Pada tahun 2021, kami telah membantu mendirikan Milk Collection Point (MCP) di koperasi susu di Pangalengan, Jawa Barat, dan pada tahun 2022 kami melakukan digitalisasi di 40 tempat penerimaan susu (TPS) di Jawa Timur untuk mendukung implementasi program industri 4.0,” tutur Putu.
Lebih lanjut, Dirjen Industri Agro juga menegaskan, keberhasilan pengembangan SSDN memerlukan kolaborasi berbagai pihak. Contohnya, Kemenperin terus mendorong industri pengolahan susu (IPS) untuk ikut hadir dan berperan aktif dalam mengatasi berbagai masalah persusuan di sektor hulu, khususnya melalui program kemitraan yang saling menguntungkan dengan koperasi susu dan peternak sapi perah rakyat.