"Tidak hanya itu, ada juga PMI kita yang pulang dari luar negeri karena terdampak pandemic Covid19, dan pekerja Jakon yang proyeknya terhenti karena pandemi, yang memang butuh BSU, tapi tidak menjadi sasaran BSU. Mereka semua adalah peserta yang membayar iuran, sama seperti pekerja formal, dan justru mereka adalah kelompok pekerja rentan yang sangat terdampak pandemic, tapi mereka kembali tidak menjadi sasaran BSU," ungkap Timboel.
Di tahun lalu pun kelompok pekerja ini tidak dapat BSU karena Pemerintah hanya fokus pada pekerja formal. "Tidak ada keberpihakan pemerintah kepada kelompok pekerja rentan ini," tandanya.
Saat ini BSU digelontorkan lagi dengan pemilahan peserta penerima BSU yang lebih terbatas. Kalau di tahun 2020 ada sekitar 12,4 juta pekerja formal yang dapat BSU, tahun ini hanya dialokasikan untuk sekitar 8,8 juta peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan.
"Kenapa jumlah sasarannya turun dan nilai bantuannya turun, ya karena kondisi APBN yang memang juga terbatas, dengan kondisi defisit semakin besar," terang Timboel.
Dengan disyaratkannya peserta aktif maka sebenarnya Pemerintah juga melakukan diskriminasi kepada pekerja formal yang tidak aktif karena menunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan, dan pekerja formal yang tidak didaftarkan pemberi kerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan. Pekerja formal yang tidak aktif dan yang tidak didaftarkan ini dipastikan tidak dapat BSU karena tidak masuk dalam persyaratan di Permenaker no. 16 tahun 2021.