"Dengan begitu konsumen akan menggunakan sumber energi domestik yaitu dari listrik," tandas Abra.
Saat ini pada 2024, tambah Abra, asumsi kurs berada pada Rp15.000 per dolar. Nah, sampai hari ini sudah kurang lebih sudah di atas Rp16.000.
"Artinya dua risiko itu sudah menjadi bagian yang berpotensi meningkatkan defisit migas kita dan ketiga risiko terjadinya over quota nah kalau misalnya harga naik," urai Abra.
Jika harga minyak mentah naik, kata Abra, pemerintah tidak mempunyai banyak pilihan selain menambah anggaran subsidi.
"Situasi ini memang sangat berbahaya sekali ketika pemerintah tidak mampu memitigasi sejak awal kira-kira berapa besar nanti potensi terjadinya migrasi BBM non-subsidi ke subsidi," tegas Abra. (TSA)