sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Harga BBM Berisiko Naik, Pemerintah Diminta Terus Genjot Penggunaan EV

Economics editor taufan sukma
25/04/2024 17:44 WIB
penggunaan EV dengan sendirinya bakal menekan penggunaan BBM yang selama ini terbukti telah menyedot APBN.
Harga BBM Berisiko Naik, Pemerintah Diminta Terus Genjot Penggunaan EV (foto: MNC Media)
Harga BBM Berisiko Naik, Pemerintah Diminta Terus Genjot Penggunaan EV (foto: MNC Media)

 IDXChannel - Konflik geopolitik global yang terus memanas diprediksi berpotensi bakal mengerek harga minyak dunia dalam beberapa waktu ke depan.

Kondisi ini diperparah dengan tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sehingga membuat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berpotensi meningkat.

Karenanya, menghadapi situasi tersebut, pemerintah diminta untuk terus fokus dalam menggenjot penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV), sehingga dapat mereduksi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap pasokan BBM.

"Pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan EV sebagai langkah alternatif untuk mengurangi konsumsi BBM di tengah melambungnya harga minyak dunia dan melemahnya rupiah terhadap dollar Amerika. Dengan demikian, subsidi energi bisa ditekan dan mengurangi beban fiskal negara," ujar Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development (CFESD Indef), Abra Talattof, dalam keterangan resminya.

Menurut Abra, penggunaan EV dengan sendirinya bakal menekan penggunaan BBM yang selama ini terbukti telah menyedot anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Saran tersebut bagus untuk pemerintah agar subsidi energi bisa tepat sasaran," tutur Abra.

Nantinya, dikatakan Abra, subsidi energi akan terkompensasi melalui konsumsi listrik melalui penggunaan EV. Solusi ini sangat jarang sekali menjadi diskursus oleh pemerintah, terutama terkait dengan cara mengatasi persoalan ketahanan energi kita dengan secara holistik.

"Bukan hanya bicara BBM tetapi juga bicara di sektor tenaga listrik," ungkap Abra.

Abra manjelaskan, tahun lalu suplai listrik juga sangat cukup bahkan surplus hingga 40 persen, atau setara 6 gigawatt.

"Dengan menggenjot penggunaan kendaraan listrik, maka nantinya ada substitusi,  dari sebelumnya konsumsi BBM ke konsumsi listrik," papar Abra.

Dengan cara tersebut, papar Abra, akan ada pengurangan importasi BBM untuk kendaraan yang sangat besar itu. Belum lagi, negara juga bisa mendapatkan keuntungan dari penggunaan listrik yang sampai saat ini masih dalam kondisi surplus.
 
Abra menambahkan, solusi tersebut sangat patut dipertimbangkan karena penggunaan kendaraan listrik baik sepeda motor maupun mobil dipastikan akan mengurangi BBM.

"Dengan begitu konsumen akan menggunakan sumber energi domestik yaitu dari listrik," tandas Abra.

Saat ini pada 2024, tambah Abra, asumsi kurs berada pada Rp15.000 per dolar. Nah, sampai hari ini sudah kurang lebih sudah di atas Rp16.000.

"Artinya dua risiko itu sudah menjadi bagian yang berpotensi meningkatkan defisit migas kita dan ketiga risiko terjadinya over quota nah kalau misalnya harga naik," urai Abra.
 
Jika harga minyak mentah naik, kata Abra, pemerintah tidak mempunyai banyak pilihan selain menambah anggaran subsidi. 

"Situasi ini memang sangat berbahaya sekali ketika pemerintah tidak mampu memitigasi sejak awal kira-kira berapa besar nanti potensi terjadinya migrasi BBM non-subsidi ke subsidi," tegas Abra. (TSA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement