IDXChannel - Pasca kenaikan harga kedelai, perajin tempe di Jambi mengeluhkan banyak hambatan untuk berdagang.
Seperti yang dialami, Yanto (57), perajin tempe di kawasan Tanjungpinang, Jambi Timur, Kota Jambi ini terpaksa mengurangi volume tempe diperkecil. Sedangkan keuntungan cuma bisa beli beras. Bahkan, Yanto mengaku saat ini sudah tidak menggunakan karyawan lagi.
"Meski harga kedelai saat ini naik sampai Rp11.300 tapi harga jual tempe dak bisa dinaikkan. Padahal, harga kedelai sebelumnya paling tinggi cuma Rp8.500 bahkan bisa turun lagi," ungkapnya, Senin (21/2/2022).
Diakuinya, terhadap produktivitas tempe sangat berpengaruh sekali.
"Mau nggak mau volume tempe dikecilin, kalau harga tidak bisa naikkan," ujarnya.
Menurutnya, kalau tempe dikecilkan tetap dak ketemu juga untungnya.
"Untungnya cuma bisa untuk makan. Mau gimana lagi. Tapi kualitas tempe tetap bagus. Kalau dulu 5 bisa jadi 10, karena yang 5 tadi untuk menutup kekurangan tadi. Jatuhnya tambah modal lagi," tutur Yanto.
Dia menambahkan, keuntungannya terkadang pas untuk modal, bisa beli beras. "Kalau cari untung banyak kayak dulu lagi, tidak bisa ketemu lagi".
Penurunan produksi dirasakan sekali Yanto. Dulunya produksi bisa sampai 1 kuintal kedelai, tapi sejak harga kedelai naik, dia hanya bisa produksi sebanyak 80 kg.
"Dulunya bisa 1 kuintal, sekarang berkurang menjadi 80 kg. Jadinya produksi harus sama, kalau tidak sama tidak bisa menutup," jelasnya.
Bahkan, katanya, terkadang dak bisa juga. "Kedelai kadang dak bisa mengembang juga. Ada yang kering, bisa lah mengembang, kalau basah dak bisa juga mengembang".
Yanto juga mengungkapkan, akibat kenaikan harga kedelai ini terpaksa merumahkan karyawannya. "Saat ini, karyawan sudah dikurangi, untuk gaji anak buah saja sudah tidak bisa lagi," tandasnya.
Selama ini, lanjutnya, produksi tempenya selalu menggunakan kedelai impor. "Yang ada dari dulu kedelai impor, lokal dak ada. Kalau pun ada, tidak sebersih kedelai impor," tukasnya.