"Artinya kalau 40% tetap ketika harga minyak naik yang 60%-nya naik ada kenaikan (di harga), ini akan menjadi bobot, karena lebih dari 50% otomatis naik , kalau ditahan agak berat kecuali yang naik hanya pajak mungkin pajak porsinya enggak terlalu besar mungkin bisa ditahan, tapi ketika yang naik porsinya 55-60% ketika bergerak naik daya ungkintnya besar jadi mau nggak mau disesuaikan," jelas Komaidi di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Menurut Komaidi, kenyataan tentang krusialnya harga minyak dunia terhadap harga BBM nonsubsidi harus terus diinformasikan ke masyarakat. Sehingga, bisa meminimalisir potensi gejolak yang timbul saat ada kenaikan harga BBM ketika harga minyak dunia juga naik.
"Pemerintah perlu sampaikan proporsional ke publik sama-sama memberi edukasi ke publik bahwa sesuatu yang naik turun itu wajar karena bahan bakunya naik turun tapi ketika nanti turun ya harus responsif turunkan sehingga konsumen menjadi terbiasa dan merasa diperlakukan secara adil," jelas Komaidi.
Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan, memang sudah sewajarnya Badan Usaha memiliki kewenangan dalam menentukan harga BBM non-PSO (non subsidi) karena BBM tersebut sama sekali tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya harga BBM non-PSO tentu saja terkait dengan Harga minyak mentah dan nilai tukar, distribusi dan biaya angkut.