sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Harga Pangan Tak Kunjung Turun, Daya Beli Masyarakat Makin Lemah

Economics editor Advenia Elisabeth/MPI
30/03/2023 09:44 WIB
Pangan merupakan komponen bernilai signifikan dalam konsumsi rumah tangga, terlebih pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang dapat mencapai 50%.
Harga Pangan Tak Kunjung Turun, Daya Beli Masyarakat Makin Lemah (FOTO:MNC Media)
Harga Pangan Tak Kunjung Turun, Daya Beli Masyarakat Makin Lemah (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyoroti tingginya harga komoditas pangan yang tak kunjung turun.

Menurut penelitiannya, hal ini akan semakin melemahkan daya beli masyarakat dan semakin memperkecil keterjangkauan mereka pada pangan, terutama mereka yang tergolong berpenghasilan rendah.

“Kestabilan harga bukan lagi menjadi satu-satunya yang menentukan keterjangkauan masyarakat terhadap pangan. Pemerintah perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/3/2023).

Azizah memaparkan, data Food Monitor dari CIPS menunjukkan, tren peningkatan harga di tingkat konsumen selama satu tahun terakhir dapat terlihat pada komoditas jagung, beras (medium II) dan kedelai impor.

Pada periode Januari 2022 - Januari 2023, peningkatan harga terbesar terjadi pada komoditas kedelai impor dengan peningkatan sebesar 22,95%. 

Sepanjang Januari 2022 hingga Januari 2023, harga kedelai impor di tingkat konsumen konsisten mengalami peningkatan. Kenaikan harga kedelai impor mencapai puncaknya pada bulan Januari 2023 dimana harga mencapai Rp 15.356/kg. 

Kenaikan harga selanjutnya terjadi pada beras medium II sebesar 8,62% dan jagung sebesar 3,15%. Sementara itu, harga beras medium II di tingkat konsumen secara umum juga naik. Namun, pada bulan Mei 2022 dan Juni 2022, harganya turun tipis sebesar 0.43% menjadi Rp 11.550/kg sebelum kembali naik sebesar 0.86% ke harga Rp 11.650/kg. 

"Kenaikan harga beras medium II mencapai puncaknya pada bulan Januari 2023 yang mencapai Rp 12.600/kg," ujar Azizah.

Lanjut dia mengungkapkan, Perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan tidak diragukan membawa dampak yang cukup signifikan terhadap ketahanan pangan global. Keduanya merupakan sumber utama beberapa barang impor

Ukraina memasok sekitar lebih kurang 24% dari total impor gandum Indonesia pada tahun 2020. Sementara itu, pupuk impor asal Rusia menyumbang sekitar 15% dari total pupuk impor Indonesia. 

Terganggunya pasokan pupuk dunia akan membuat harga pupuk semakin tinggi. Tingginya harga  pupuk dapat menyebabkan harga-harga komoditas, misalnya saja jagung dan kedelai, semakin tinggi.

“Kenaikan harga pangan, bahkan beberapa diantaranya sudah terjadi sejak akhir 2022, menunjukkan adanya stimulus yang terjadi di rantai pasok. Ketersediaan pangan yang mencukupi perlu menjadi fokus untuk memastikan pangan dapat diakses oleh rumah tangga Indonesia,” tegasnya.

Pangan merupakan komponen bernilai signifikan dalam konsumsi rumah tangga, terlebih pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang dapat mencapai 50%. 

Menurut Azizah, dalam jangka panjang, kenaikan harga yang terjadi terus menerus  dapat mempengaruhi konsumsi nutrisi. Apalagi masyarakat yang berpendapatan rendah, cenderung memilih makanan yang mengenyangkan dengan harga yang lebih murah, tapi belum tentu mencukupi kebutuhan nutrisi yang diperlukan tubuh. 

Oleh karena itu, salah satu cara untuk mencukupi ketersediaan pangan adalah kebijakan yang fokus pada efisiensi proses produksi dan penyederhanaan rantai pasok. 

"Keduanya adalah faktor di tingkat domestik yang berpengaruh terhadap harga pangan," pungkas dia.


(SAN)

Advertisement
Advertisement