Menurut Edy, ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, ditambah munculnya konflik Rusia-Ukraina, berimplikasi pada produksi dan konsumsi.
Di sisi konsumsi, ungkap Edy, masih ada ketergantungan terhadap barang-barang impor, seperti LPG, kedelai, dan gandum, yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga. Dalam jangka pendek, pemerintah tidak punya banyak pilihan, yakni tetap mempertahankan harga agar tidak naik dan stabil, dengan memberikan subsidi.
Ia mencontohkan LPG subsidi 3 kilogram yang porsi konsumsinya mencapai 93 persen. Meskipun tren harga kontrak Aramco (CPA) mengalami kenaikan sebesar 21 persen dari rata-rata CPA akibat konflik Rusia-Ukraina, namun pemerintah tidak menaikkan harga LPG subsidi dan tetap mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp 11 ribu per kilogram sehingga masyarakat dapat membeli LPG subsidi 3 kilogram dengan harga yang terjangkau," kata Edy.
"Kalau kondisi ini berlangsung lama tentu akan memberatkan keuangan negara. Karena itu, solusi jangka panjangnya kita harus mendorong produksi dalam negeri agar ketergantungan pada barang impor bisa dikurangi. Salah satunya dengan mendorong penggunaan DME yang bahan bakunya batubara," jelasnya.