sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Harga Telur Anjlok, Ini yang Dilakukan Peternak Ayam di Kota Malang

Economics editor Avirista M/Kontributor
22/09/2021 11:21 WIB
Guna mengantisipasi anjloknya harga telur, peternak ayam di Kota Malang mulai menurunkan kualitas pakan.
Telur ayam (Ilustrasi)
Telur ayam (Ilustrasi)

IDXChannel - Peternak ayam di Malang mengeluhkan anjloknya harga telur sebulan terakhir ini. Bagaimana tidak di tingkat peternak saja, harga telur per kilogram masih kisaran Rp 14.000- Rp 14.500. Harga tersebut sudah bertahan hingga kini. 
Tentu saja harga yang murah itu membuat peternak rugi besar dan terpaksa melakukan berbagai cara untuk bisa bertahan dalam situasi sulit. 

Pekerja di salah satu peternakan ayam petelur kawasan Wonokoyo, Kedungkandang, Dani Uluf Suwanda mengungkapkan, harga telur yang tak kunjung naik membuat peternak memilih menghentikan produksi. Salah satunya adalah dengan melakukan afkir dini ayam petelur yang sebenarnya masih produktif. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya operasional yang semakin tinggi lantaran harga pakan ayam yang mahal. 

"Kemarin sebanyak 2.500 ekor ayam terpaksa kami afkir dini. Padahal ayam-ayam tersebut masih produktif. Tetapi kami tidak punya pilihan lain," ungkap Dani Uluf ditemui MNC Portal, pada Rabu (22/9/2021). 

Tapi metode afkir ini nyatanya juga masih membuat para peternak ayam merugi cukup besar. Sebab, harga ayam afkir juga terhitung murah yakni hanya dikisaran Rp 12.000-Rp 14.000 per kilogram. Padahal normalnya harga ayam afkir masih bisa terjual kisaran Rp 16.000 lebih per kilogram. 

"Ini juga masih rugi sebenarnya. Sebagai gantinya kami mencari bahan baku yang lebih murah dari biasanya sebagai pengganti yang diafkir," terangnya. 

Namun Dani menyebut, kerugian yang dialami memang masih bisa menekan biaya operasional, daripada memaksakan tetap produksi tetapi hasil tidak sesuai. 

Tapi persoalan baru muncul lantaran ia harus mengeluarkan operasional untuk perawatan bibit baru. Tentu saja biaya yang dikeluarkan juga tidak murah. Meski tidak merinci secara detail, Dani menyebut bahwa operasional yang dikeluarkan cukup besar. Hasil penjualan telur masih belum mampu menutup biaya operasional. 

"Sebenarnya kami ingin tidak sampai afkir dini. Tetapi situasinya sulit dan tidak memungkinkan lagi. Karena hasil penjualan tak bisa menutup operasional," sambungnya. 

Ia terus berusaha menghemat operasional dengan memodifikasi pakan ternak. Langkah ini terpaksa dilakukan sambil menunggu harga telur stabil. Peternak mencari pakan dengan kualitas yang sedikit diturunkan dari kualitas yang biasa diberikan kepada ayam. Selain itiu, peternak juga berharap harga telur bisa kembali naik ke harga normal yakni kisaran Rp 19.000, agar mereka juga bisa terus berproduksi. 

"Kalau seperti ini terus bisa-bisa peternak gulung tikar karena hasil yang didapat tidak sesuai," tandasnya. (NDA) 

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement