"Karena itu ini momentum untuk kerjasama membangun koperasi pangan yang besar di Lampung ini. Maka konsep korporatisasi petani melalui koperasi adalah jawaban bagaimana petani perorangan yang punya lahan sempit itu dikonsolidasi melalui koperasi agar produknya bisa masuk skala ekonomi," ujar Teten.
Teten mencontohkan keberhasilan pengelolaan koperasi peternakan sapi terbesar di Selandia Baru bernama Fonterra yang memiliki sekitar 15 juta ekor sapi. Peternak yang merupakan anggota koperasi hanya fokus mengurus sapi dan menjaga produksi susu. Sedangkan tugas koperasi yang mengurus pengolahan produk dan pemasarannya atau sebagai offtaker. Cara kerja seperti ini harus bisa diterapkan pada koperasi - koperasi di Indonesia agar bisa mewujudkan ketahanan pangan.
"Saat ini di banyak negara seperti di Belanda, Eropa dan Amerika yang mengelola sektor pangan bukan lagi korporasi tapi koperasi, jadi saya berharap di Lampung ini bisa lahir koperasi modern seperti itu," tuturnya.
Teten menambahkan, pemerintah juga berkomitmen untuk mendukung pengembangan koperasi pangan melalui pembiayaan yang murah. Menurutnya, saat ini sudah tersedia Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKM dengan pagu yang dinaikkan dan tingkat suku bunga rendah.
Dia menegaskan, pemerintah telah menaikkan plafon KUR tanpa jaminan dari Rp50 juta menjadi Rp100 juta. Selain itu juga dilakukan perpanjangan subsidi bunga 3% sampai Desember 2021. Untuk pagu anggaran KUR 2021 adalah sebesar Rp253 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan plafon yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp220 triliun. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah komitmen untuk memajukan sektor UMKM.