Waspada Utang Menuju Resesi Tahun Depan
Peningkatan utang di beberapa negara ini bisa terbilang mengkhawatirkan di tengah banyak proyeksi menunjukkan tahun depan merupakan tahun yang suram bagi pertumbuhan ekonomi global. Bahkan dunia disebut akan mengalami resesi.
Kalkulasi Dana Moneter Internasional (IMF) terbaru, kegiatan ekonomi global mengalami perlambatan yang luas dan lebih tajam dari perkiraan. Kondisi ini dibarengi dengan inflasi yang lebih tinggi dari yang terlihat dalam beberapa dekade.
Krisis biaya hidup, pengetatan kondisi keuangan di sebagian besar wilayah, invasi Rusia ke Ukraina, dan pandemi Covid-19 yang berkepanjangan menjadi beban dunia yang nyata.
Pertumbuhan global diperkirakan melambat dari 6,0% pada 2021 menjadi hanya 3,2% pada 2022 dan 2,7% pada 2023. Kondisi ini merupakan profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 di luar krisis keuangan global 2008 dan fase kritis pandemi Covid-19.
Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan bahwa dunia sedang menghadapi gelombang kelima krisis utang. Saat ini, ia mendesak lebih banyak dukungan untuk negara-negara yang dalam kesulitan utang.
"Saya khawatir tentang tingkat utang, khawatir tentang masing-masing negara. Pada tahun 2022 saja, sekitar USD44 miliar pembayaran layanan utang dari layanan utang bilateral dan swasta telah jatuh tempo di beberapa negara termiskin, lebih besar dari aliran bantuan asing yang dapat diharapkan oleh negara-negara tersebut,”kata Malpass mengutip Daily Sabah (7/10)
Pandemi memang telah memaksa banyak negara untuk mengambil lebih banyak pinjaman, dan Bank Dunia dan IMF telah memperingatkan bahwa banyak yang sudah menghadapi atau berisiko mengalami kesulitan utang di tengah melonjaknya inflasi global dan kenaikan suku bunga.
Tugas KTT G20 tahun ini berat melihat tantangan utang yang cukup besar tersebut. Terobosan kebijakan diperlukan oleh para pemangku kebijakan global terkait mitigasi peningkatan utang ini. (ADF)