"Desember kemarin saat libur natal dan tahun baru, berlipat ganda turis pergi ke Dubai, Thailand dan Malaysia. Bali agak sepi," ujar Hotman.
Sementara itu, Penyanyi Dangdut sekaligus Pemilik Usaha Karaoke Inul Vizta, Inul Daratista juga melayangkan protesnya. Dia mengaku, pajak hiburan yang terlalu tinggi akan membunuh bisnis para pengusaha.
"40-75 persen itu dibebankan ke customer? Wong tamu naik Rp10 ribu saja megap-megap. Itungannya dari mana kita bisa bayar pajak segini besarnya? Memajukan UMKM sih oke, tapi jangan membunuh pengusaha yang berusaha hidup untuk manusia-manusia yang hidupnya bergantung juga sama kita," kesalnya.
"Karyawan ku sekarang sudah turun jadi 5.000 orang dari 9.000 sebelum covid. Baru buka umur 1,5 tahun, belum juga untung, sudah dengar berita pajak hiburan naik 40-75 persen. Niat mematikan (usaha) ya?" sambung Inul.
"Saya mewakili asosiasi pengusaha karaoke se-Indonesia, selaku pembina APERKI, ini sudah tidak wajar. Keluhan saya mewakili keluhan asosiasi yang didalamnya semua pengusaha karaoke," paparnya.
Sebelumnya, pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyebut, kenaikan pajak hiburan 40% mengancam industri pariwisata di Indonesia. Hal tersebut dinilai tidak konsisten terhadap cita-cita pemerintah untuk meningkatkan sektor pariwisata di Tanah Air.
Sekreraris Jendral PHRI, Maulana Yusran mengatakan, besarnya kenaikan pajak tersebut tentunya bakal direspons oleh para pelaku usaha untuk menaikkan harga jual barang atau jasa di sektor hiburan yang dibebankan kepada konsumen.
Sehingga menurutnya, ketika produk pariwisata di Indonesia punya harga yang lebih mahal, tentu sektor pariwisata di Indonesia akan kalah saing dengan negara-negara tetangga yang punya harga lebih kompetitif.
Padahal pada ketentuan sebelumnya, range pemungutan pajak hiburan antara 0-75%, sehingga pada 2024 menjadi minimal 40%.
"Kita selalu indikasi pemerintah yang begitu cepat meningkatkan pendapatan lewat pajak. Ini selalu menjadi polemik iklim investasi, pajak hiburan sebelumnya 0-75%, sekarang mulainya 40%," ujar Yusran dalam Market Review IDXChannel, Selasa (9/1/2024).
Oleh karena itu, PHRI bakal segera melakukan judicial review terhadap UU Nomor 1 Tahun 2022.
"Kami di sektor di sektor pariwisata bersama para pelaku usaha pariwisata akan melakukan, satu satunya yaitu judicial review, tidak ada yang lain, karena ini produknya UU," imbuh Yusran.
(FAY)