sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Hubungan Krisis Ekonomi-Politik Inggris, PM Liz Truss, dan Selada

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
20/10/2022 18:08 WIB
Desakan mundur PM Truss kencang bergulir setelah kebijakan pemotongan pajaknya menuai kritik yang meluas.
Hubungan Krisis Ekonomi-Politik Inggris, PM Liz Truss, dan Selada. (Foto: MNC Media)
Hubungan Krisis Ekonomi-Politik Inggris, PM Liz Truss, dan Selada. (Foto: MNC Media)

Setelah pasar keuangan bergejolak akibat kebijakan tersebut, Dana Moneter Internasional (IMF) ikut mendesak Inggris mencabut kebijakan tersebut dan ekonom Larry Summers mencemooh langkah itu sebagai kebijakan yang tidak bertanggung jawab.

"Sifat tindakan Inggris kemungkinan akan meningkatkan ketidaksetaraan. IMF mempertimbangkan cara-cara untuk memberikan dukungan yang lebih bertarget dan mengevaluasi kembali tindakan pemotongan pajak, terutama yang menguntungkan mereka yang berpenghasilan tinggi," terang IMF mengutip Vox.com.

Meskipun Truss bertaruh bahwa pemotongan pajak akan memacu pertumbuhan ekonomi dan menarik Inggris keluar dari kemungkinan resesi, investor juga melihat kebijakan tersebut sebagai kesalahan besar.

Truss menganut gagasan Ronald Reagan dan Margaret Thatcher bahwa mengucurkan uang ke konsumen dan bisnis akan memacu mereka untuk membelanjakan uang lebih banyak dan mendorong pertumbuhan di seluruh perekonomian.

“Namun, dorongan jangka pendek, itu akan meningkatkan utang publik, memperlebar defisit anggaran, memicu inflasi inti dan membebani pound," mengutip FocusEconomics dalam sebuah laporan.

Pemotongan pajak hanya akan menguntungkan orang kaya Inggris karena banyak di antara mereka telah membangun bantalan keuangan yang substansial selama pandemi dan yang kemungkinan besar akan menabung, daripada membelanjakan uangnya.

Perusahaan juga akan lebih cenderung mengambil pemotongan pajak sebagai cara untuk meningkatkan margin keuntungan mereka daripada menginvestasikan dana untuk ekspansi bisnis, menurut analisis Deutsche Bank.

Deutsche Bank memperkirakan pemotongan pajak ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi Inggris hanya 0,5%.

Ruth Gregory, ekonom senior Capital Economics, mengatakan pemotongan pajak gagal mengatasi satu masalah utama yang merugikan ekonomi Inggris yakni hambatan rantai pasokan yang menaikkan harga makanan hingga energi.

"Tanpa dorongan besar pada sisi penawaran, paket fiskal hari ini hanya akan berarti lebih banyak inflasi, suku bunga yang lebih tinggi, dan rasio utang yang lebih tinggi di masa depan," tulisnya.

Liz Truss dan Selada

Di tengah kehebohan politik di Inggris, akhir-akhir ini, media bahkan turut melempar kritik dengan balutan lelucon untuk karir politik Liz Truss.

Ini berawal dari media kenamaan The Economist dan the Daily Star yang memainkan kata Liz Truss dengan lettuce (selada).The Economist, misalnya, menyebut Truss sebagai ‘The Iceberg Lady’ alias wanita gunung es, sembari memprediksi karirnya akan sepanjang ‘masa simpan selada’.

Sontak saja, media besar lainnya ikut membuntuti.

The Washington Post, dalam artikel tertanggal 15 Oktober, membuka artikel dengan pertanyaan: Apa kesamaan masa jabatan politik PM  Inggris Liz Truss dan selada kepala yang layu?

Jawabannya, kata the Post, keduanya memiliki tanggal kedaluwarsa.

Kemudian, Kolom opini di The New York Times, pada 19 Oktober 2022, membikin judul yang juga menggelitik: Liz Truss or Lettuce: Who Will Wilt First? (Liz Truss atau Selada: Siapa yang Akan Layu Duluan?).

Jawabannya? Mari kita tunggu. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement