IDXChannel - Indonesia dan Uni Eropa akan menandatangani full agreement dari perjanjian IEU-CEPA pada 23 September 2025. Hal itu menandai 80 persen produk Indonesia yang masuk ke Uni Eropa akan mendapat tarif 0 persen, dan juga sebaliknya.
"Kita berharap trade Indonesia dengan EU akan meningkat sekitar dua kali lipat daripada sebelumnya. Kalau sekarang misalnya sekitar USD30 miliar, mungkin kita berharap bisa naik ke USD60 miliar di dalam lima tahun ke depan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam Green Initiative Conferenceabu (17/9/2025).
Apalagi, kata Airlangga, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan Indonesia terhadap Uni Eropa dalam sengketa minyak kelapa sawit (CPO) dan biofuel. WTO menyatakan kebijakan Uni Eropa bersifat diskriminatif terhadap produk Indonesia.
Kemenangan terhadap gugatan di WTO serta akan selesainya IEU-CEPA menunjukkan bahwa diplomasi perdagangan Indonesia kuat.
"Namun, sejalan dengan itu, masih ada tantangan selanjutnya lebih besar yakni memastikan ekspor berstandar hijau, berkelanjutan, dan tetap kompetitif di pasar global," kata dia.
Dalam mencapai stabilitas ekonomi, kata dia, pemerintah terus berupaya mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Beberapa pilar utama yang dioptimalkan mencakup hilirisasi SDA untuk meningkatkan nilai tambah komoditas menjadi produk bernilai tinggi, memperluas implementasi ekonomi digital untuk mendukung pertumbuhan e-commerce dan fintech, menjalankan ekonomi hijau dengan menerapkan prinsip pembangunan ekonomi yang memperhatikan kelestarian lingkungan, serta melakukan transisi energi untuk mencapai swasembada energi dan menuju net-zero emission di 2060.
"Untuk transisi energi, salah satu yang kami dorong adalah pengembangan energi berbasis photovoltage. Ini penting karena menjadi bagian dari hilirisasi silika. Salah satu sektor yang power hungry sehingga membutuhkan sumber energi photovoltage itu adalah data center. Apalagi kalau nanti dikembangkan yang namanya AI, yang akan membuat hampir semua perusahaan berbasis digital perlu kapasitas besar untuk data center," kata Airlangga.
Selain transisi energi, Pemerintah sudah menyusun peta jalan menuju net zero emission. Peta jalan itu mencakup lima pilar strategis yaitu pengembangan energi terbarukan (biofuel), pengembangan energi baru (nuklir, hidrogen, amonia), elektrifikasi (kendaraan listrik, kompor listrik), efisiensi energi, serta Carbon Capture and Storage (CCS), dan reformasi teknologi energi.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga dapat menjadi pusat pertumbuhan industri hijau berbasis teknologi ramah lingkungan. Investasi yang dibutuhkan untuk itu sangat besar, sementara ruang fiskal terbatas, sehingga perlu didorong keterlibatan swasta dan mitra global, seperti melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Asia Zero Emission Community (AZEC).
"Menuju Indonesia Emas 2045, kita juga harus siapkan tenaga kerja hijau, di mana targetnya proporsinya naik hingga 3 persen di tahun 2029. Ini butuh reskilling dan upskilling secara besar-besaran, berbasis kebutuhan industri. Jadi, teknologi semakin affordable dan deliverable, karena itu kita perlu SDA yang tangguh juga," kata Airlangga.
(NIA DEVIYANA)