sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Industri Tekstil Belum Pulih, Pemerintah Diharapkan Adang Produk Impor Ilegal

Economics editor Iqbal Dwi Purnama
22/11/2023 10:52 WIB
APSyFI menyebut industri tekstil saat ini belum menunjukkan pemulihan. Salah satunya disebabkan banjirnya produk impor ilegal.
Industri Tekstil Belum Pulih, Pemerintah Diharapkan Adang Produk Impor Ilegal. (Foto: MNC Media)
Industri Tekstil Belum Pulih, Pemerintah Diharapkan Adang Produk Impor Ilegal. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyebut industri tekstil saat ini belum menunjukkan pemulihan. Salah satunya disebabkan banjirnya produk impor ilegal.

Hal itu turut berdampak pada produsen tekstil yang harus kembali PHK (pemutusan hubungan kerja) sebagai langkah efisiensi menurunkan biaya di tengah minimnya permintaan.

"Makin lama makin banyak perusahaan yang gugur, PHK makin tambah. Bahkan dari KSPN (Konfederasi Serikat Pekerja Nasional) sudah konfirmasi beberapa perusahaan tutup, 700 orang akhirnya harus kehilangan pekerjaan," ujar Redma dalam Market Review IDXChannel, Rabu (22/11/2023).

Dengan kondisi tersebut, dia berharap Pemerintah lebih tegas terhadap masuknya barang impor ilegal. Terutama setelah adanya kebijakan soal pengetatan barang impor masuk ke Indonesia.

Dia mengatakan, pelaku usaha menilainya kebijakan tersebut belum berlaku secara optimal. Redma menyebut para pengusaha tekstil masih menunggu ketegasan pemerintah untuk menindak dan memperketat barang impor masuk ke Indonesia.

Hal itu agar produsen di dalam negeri bisa bersaing secara sehat, sebab barang impor ini kadang punya harga yang relatif lebih murah karena tidak terkena berbagai perizinan dan biaya produksi langsung.

"Di implementasi ini kami sama sekali belum melihat ada perbaikan yang betul-betul terutama untuk impor ilegal, karena yang bisa ini ada di kementerian keuangan, bea cukai, pajak, sampai sekarang belum ada perbaikan dari sisi itu," kata Redma.

Menurutnya, kebijakan pengetatan impor tersebut kerap terbentur masalah komunikasi yang tidak kunjung mendapatkan solusi yang win-win, baik pengusaha dalam negeri, importir, dan pemerintah. "Bottleneck ini selalu diskusi pemerintah, produsen dan importir, dan importir ini banyak keberatan, selalu ada pertentangan kalau bicara aturan," kata Redma.

"Di sisi implementasi pengetatan impor belum melihat, misal dari bea cukai sendiri belum ada wacana untuk melarang impor misalnya, memeriksa para importir memasukkan barang yang banyak, itu belum terlihat," sambungnya.

(FRI)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement