IDXChannel – Uni Eropa masih berusaha keras menjinakkan inflasi yang sulit untuk dijinakkan. Pekan ini, Bank Sentral Eropa (ECB) tengah mengadakan pertemuan untuk kebijakan suku bunga selanjutnya.
Zona Eropa sebenarnya telah mengalami penurunan inflasi akhir-akhir ini, dengan inflasi harga konsumen bulan Juni di seluruh wilayah rata-rata mencapai 5,5 persen dan menjadi titik terendah sejak Januari 2022. (Lihat gambar di bawah ini.)
Namun inflasi inti tetap tinggi di level 5,4 persen, di mana kedua indikator inflasi masih jauh melebihi target bank sentral sebesar 2 persen.
ECB sebelumnya menaikkan suku bunga utamanya sebesar 25 basis poin pada Juni menjadi 3,5 persen. Kebijakan ini juga tidak selaras dengan keputusan jeda The Fed dan melanjutkan kenaikan yang dimulai sejak Juli 2022.
Pasar melihat peluang lebih dari 99 persen dari kenaikan 25 basis poin lebih lanjut pada Kamis esok (27/7/2023) menurut data Refinitiv.
Kepala Ekonom ECB Philip Lane bulan lalu memperingatkan pasar terhadap penetapan harga pemotongan suku bunga dalam dua tahun ke depan.
Jalur suku bunga kebijakan di masa depan menjadi perhatian. Pada pertemuan terakhirnya, Dewan Pemerintahan Uni Eropa mengatakan keputusan suku bunga di masa depan akan memastikan bahwa suku bunga utama ECB akan dibawa ke tingkat yang cukup ketat.
Hal ini untuk mencapai pengembalian inflasi yang tepat waktu ke target jangka menengah 2 persen dan akan dipertahankan pada tingkat tersebut selama diperlukan.
Beban Ekonomi Kawasan
Kenaikan suku bunga ECB dikhawatirkan akan semakin membebani kondisi ekonomi Eropa, terutama sektor manufaktur.
Uni Eropa menjadi ekonomi terbesar ketiga di dunia dan menyumbang seperenam dari perdagangan global.
Menurut data Visual Capitalists, Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman, Prancis, dan Italia menghasilkan lebih dari separuh output ekonomi Uni Eropa secara keseluruhan.
Inggris, yang bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 1973 dan secara resmi keluar pada 2020, menjadi ekonomi terbesar kedua di kawasan ini dengan nilai USD3,4 triliun.
IMF juga memiliki prospek suram untuk Uni Eropa pada 2023 dengan pertumbuhan ekonomi hanya 0,7 persen.
Mengutip Reuters, Goldman Sachs bahkan memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi 2023 untuk zona euro, menyusul data aktivitas ekonomi yang lebih lemah.
Ekonom Goldman Sachs Sven Jari Stehn mengatakan pada Selasa (25/7/2023) mengharapkan pertumbuhan 0,4 persen untuk wilayah tersebut pada 2023.
Dua ekonomi utama benua Eropa Jerman dan Inggris masih berjuang memperbaiki ekonomi nasional mereka.
Perekonomian Jerman diproyeksikan menyusut 0,3 persen pada 2023. Ekonomi terbesar Eropa tersebut diperkirakan menjadi satu-satunya negara G7 yang mengalami kontraksi.
Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (26/7/2023), Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa Jerman sampai saat ini masih menghadapi dampak dari perang di Ukraina.
Sumber utama pelemahan ekonomi Jerman adalah sektor manufaktur. Industri di negara tersebut dilanda harga energi yang lebih tinggi, permintaan dari China yang lebih rendah, dan kebijakan moneter yang lebih ketat.
Data ekonomi terbaru mulai dari survei manajer pembelian hingga indeks sentimen bisnis menunjukkan ekonomi Jerman masih lemah. Sebagian pengamat kondisi ini akan terus berlangsung di sisa 2023.
Di Inggris, Bank of England juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga untuk pertemuan ke-14 berturut-turut minggu depan. Inggris juga terus berjuang melawan tingkat inflasi tertinggi di antara negara-negara Eropa dan kelompok G7.