Menurutnya jika subsidi BBM terus dibiarkan ditengah harga minyak yang terus melonjak, maka besar kemungkinannya 25% dari pendapatan negara habis hanya untuk belanja minyak.
"Karena kira harus menjaga beban rakyat, tetapi kita juga harus menjaga keseimbangan terhadap fiskal, karena dari Rp500 sampai Rp600 triliun, itu sama dengan 25% dari total pendapatan negara, apalagi Subsidi itu tidak tepat sasaran," sambungnya.
Lebih lanjut Bahlil menjelaskan bahwa harga minyak yang ada di APBN sebetulnya berada di angka USD63-73 per barel, sedangkan harga minyak dunia sendiri sejak Januari - Juli 2022 sudah berada diangka USD100 per barel.
"Sekarang kita masih split sekitar Rp5 ribu, ini harga yang tinggi, ini yang menjadi beban subsidi kita, mungkin subsidi kita tetap ada, tapi angkanya yang harus kita perkecil," pungkasnya.
(SAN)