IDXChannel - Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjalankan duduk perkara izin pertambangan PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Hanif menjelaskan, Undang -Undang Nomor 41 tentang Kehutanan terbit pada 1999. Ketentuan tersebut melarang aktivitas pertambangan dilakukan di atas kawasan hutan produksi, seperti di Raja Ampat.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor 41 tahun 1999 terbit pada 2004. Ketentuan inilah yang mengecualikan untuk 13 perusahaan, salah satunya PT Gag Nikel, untuk memperbolehkan aktivitas penambangan di Raja Ampat.
"Ini (PT GAG Nikel) merupakan 13 perusahaan yang diperbolehkan untuk melanjutkan Kontrak Karya (KK) penambangan di kawasan hutan lindung sebenarnya, sampai berakhirnya izin," kata Hanif dalam konferensi pers di Jakarta pada Minggu (8/6/2025).
"Jadi dulu di Undang-Undang Nomor 41 tahun 1998, itu hutan lindung tidak boleh dilakukan dengan penambangan pulau terbuka. Tetapi dikecualikan, terkait 13 perusahaan, melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004," ujarnya.
PT Gag Nikel merupakan pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektare di Pulau Gag ini telah memasuki tahap Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047.
Perusahaan ini memiliki dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada 2014, lalu Adendum AMDAL di 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara itu IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dikeluarkan pada 2015 dan 2018.
Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan pada 2020. Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare telah direklamasi. PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).
"Sehingga dengan demikian maka berjalanlah kegiatan penambangan legal di Pulau Gag ini," kata Hanif.
Hanif menjelaskan, wilayah aktivitas penambangan di Raja Ampat sendiri dilakukan di atas kepulauan-kepulauan kecil yang mana kaya akan keanekaragaman hayati yang wajib dilindungi. Sehingga, tidak dibenarkan untuk melakukan aktivitas penambangan.
"Tapi secara prinsip memang tidak dibenarkan adanya kegiatan tambang di pulau kecil, ini mandatnya undang-undang ya, bukan mandat LH (Lingkungan Hidup) ya, sehingga memang itu yang harus kita lakukan bersama," ujarnya.
Hal tersebut, dikatakan Hanif, tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 23 ayat (2) berbunyi, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk konservasi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan, industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
Hanif menyebut, kegiatan aktivitas penambangan di Raja Ampat, terutama untuk PT GAG Nikel, bisa dilakukan karena izin usaha pertambangan lebih dulu terbit ketimbang undang-undang alias aturan soal larangan pulau kecil dilakukan aktivitas pertambangan.
"Itu kan undang-undang (aturannya), sorry ya, izinnya lebih duluan (keluar) daripada undang-undang. UU kan tahun 2014, nah ini si tambangnya telah mendapatkan kontrak karya di tahun 1998," tuturnya. (Wahyu Dwi Anggoro)