"Ini sesuatu yang sebelumnya Indonesia dengan Jepang agak susah dalam transfer of technology. Kemudian China menawarkan ini dalam proyek kereta cepat yang menjadi keunggulan," ungkapnya.
Sayangnya, biaya proyek membengkak dari Rp86,5 triliun menjadi Rp114,24 triliun. Pemerintah menyuntikan dana segar USD286,7 juta (Rp4 triliun) pada APBN 2022 untuk menanggung pembengkakan biaya pembebasan lahan relokasi fasum dan fasos yang tidak diperhitungkan pada tahap perencanaan. Target penyelesaian mundur dari tahun 2019 menjadi tahun 2022.
"Memang ada beberapa hal yang perlu kita kritisi dalam hal hubungan kerja sama dengan China. Tidak bermaksud antipati, namun sejauh mana manfaatnya, bukan hanya dari besaran uang yang masuk tetapi berapa yang kita terima dalam ekonomi kita, tenaga kerja, mitra lokal, apakah mereka diuntungkan atau justru dirugikan," jelas Faisal. (TIA)