“Gejolak pasar baru-baru ini seputar jalur kebijakan moneter di masa depan, serta kenaikan imbal hasil (yield) pemerintah telah berdampak buruk pada kinerja arus keluar non-residen di negara-negara berkembang,” kata ekonom IIF, Jonathan Fortun, tulis Reuters pada Jumat (13/10/2023).
"Ada anggapan umum bahwa suku bunga akan tetap tinggi untuk jangka waktu lama. Hal ini mengakibatkan lemahnya kinerja surat utang," tambahnya.
Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan awal pekan ini bahwa mereka memperkirakan pertumbuhan output di negara-negara maju akan melambat dari 2,6% pada tahun 2022 menjadi 1,5% tahun ini dan 1,4% pada tahun 2024 yang sebagian disebabkan oleh dampak pengetatan kebijakan moneter.
Adapun, negara-negara berkembang di Asia memimpin arus keluar secara keseluruhan pada bulan lalu dengan angka arus keluar negatif sebesar USD8,1 miliar, diikuti oleh kawasan Afrika dan Timur Tengah dengan arus keluar sebesar USD4,5 miliar. Negara-negara berkembang di Eropa mengalami arus keluar sebesar USD0,8 miliar dan Amerika Latin hanya sebesar USD0,3 miliar.
Di sisi ekuitas, seluruh wilayah geografis mencatat arus keluar, sementara utang mencatat arus masuk di Amerika Latin dan negara-negara berkembang di Asia. Perkiraan tahun berjalan hingga September menunjukkan arus keluar bersih sebesar USD59 miliar dari China termasuk lebih dari USD75 miliar arus keluar dari portofolio utang.
Sementara negara-negara berkembang selain China mencatat arus masuk bersih portofolio non-residen sebesar USD178 miliar.
(FRI)