Seperti PT Gunung Padakasih, PT Gunung Kareta, PT Akarna Marindo, dan PT PKBI. Mereka sudah melakukan dua kali perpanjangan izin usaha. Sehingga di periode ketiga sudah tidak bisa. Disaat izinnya habis, regulasi menyebutkan mesti dilakukan reklamasi 100% atau di sepanjang tahapan usaha pertambangan yang telah dilakukan tersebut.
Jika empat perusahaan itu dipaksa stop beroperasi maka ada sekitar 170 buruh tambang yang bersentuhan langsung akan kehilangan pekerjaan. Belum lagi buruh perusahaan di sektor hilir tambang yang mengandalkan bahan baku dari empat perusahaan tersebut. Bisa ribuan pekerja yang terdampak kehilangan pekerjaannya secara bertahap.
"Kami adalah perusahaan yang taat aturan dan menempuh semua proses perizinan sesuai aturan berlaku. Namun jika regulasi menyatakan harus stop, ya dengan berat hati harus tutup," imbuhnya.
Ditemui secara terpisah, Ketua PC Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan, KBB, Dadang Suhendar menyebutkan di wilayah Padalarang hingga Cipatat tercatat ada sekitar 13 industri tambang yang tidak bisa melakukan perpanjangan IUP. Kondisi ini bakal menyebabkan penutupan aktivitas perusahaan dan gelombang PHK besar-besaran.
Pihaknya mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat dan Pemprov Jabar segera mencari jalan keluar untuk mencegah gelombang PHK pekerja tambang. Terlebih penyebab utama kejadian ini ada di sisi regulasi terkait izin tambang dan bukan karena perusahaan merugi akibat tidak adanya pesanan dari buyers.