IDXChannel - Perdana Menteri Inggris yang baru, Liz Truss, telah mulai menjalankan tugasnya sejak Selasa (6/9/2022) lalu, usai bertemu langsung dengan Ratu Elizabeth II untuk membicarakan arah kebijakan pemerintahan Inggris ke depan.
Hadirnya sosok Truss sebagai pemimpin baru Inggris sontak memantik respon dan komentar dari berbagai negara di dunia. Tak terkecuali Rusia, yang notabene tengah berkonfrontasi secara diplomatik dengan negara-negara Uni Eropa, termasuk Inggris di dalamnya.
Sebagai pihak yang berseberangan, sangat wajar bila respon Rusia cukup buruk terhadap sosok Trus. Seperti halnya yang disampaikan oleh salah satu pembawa acara TV Pemerintah Rusia.
"Kebodohan telah menang: Liz telah menjadi perdana menteri yang baru. Jika Boris (Johnson) mencapai Brexit, dia (Truss) ingin mencapai sesuatu yang sama sekali berbeda," cibir pembawa acara itu, sebagaimana dilansir The Guardian, Rabu (7/9/2022).
Tak hanya mencibir, pihak Rusia bahkan mengaku sangat yakin bahwa terpilihnya sosok Truss justru bakal memperkuat sentimen Russophobia, alias pandangan anti Rusia, yang diyakini marak berkembang di negara-negara Uni Eropa dan juga Amerika.
"Sentimen Russophobia, tak diragukan lagi, hanya akan semakin menguat di bawah kepemimpinan dia (Truss)," ujar Wakil Senior Duma Rusia, Dmitry Belik, dalam laporan yang sama.
Sebagai informasi, Duma sendiri merupakan istilah yang digunakan dalam sistem pemerintahan Rusia untuk menyebut lembaga parlemen, sebagai bagian dari struktur pemerintahan Negara Beruang Merah itu.
Tak hanya atas nama Inggris, hubungan Rusia terhadap sosok Truss secara personal diketahui memang buruk, terutama usai kunjungan Pimpinan Partai Konservatif itu ke Moskow pada Februari 2022, tepat sebelum terjadinya perang Rusia-Ukraina.
Ditemui oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, saat itu Truss menuding pihak Rusia telah menyiagakan sedikitnya 100.000 tentara di perbatasan Ukraina sebagai bukti bahwa Rusia sejak awal memang telah berniat menginvasi negara berjuluk Keranjang Rotinya Eropa itu.
Sontak tudingan itu dibantah oleh Lavrov, sembari menuding balik bahwa Trus tengah berupaya mengintervensi urusan politik dan militer Rusia. Dengan setengah mengejek, Lavrov menyebut Truss hanya berani melontarkan 'slogan yang diteriakkan dari tribun'.
Dengan sikap konfrontatif yang telah ditunjukkan Truss, bahkan sejak sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri, pihak Rusia mengaku tidak mengharapkan perubahan apa pun atas kemungkinan relasi yang kemungkinan bakal dibangun Truss dengan pemerintahan Rusia dalam kapasitas barunya sebagai Perdana Menteri Inggris.
"Menilai dari pernyataan yang telah dibuat oleh Madame Truss ketika dia masih menjadi Menteri Luar Negeri, semua orang dapat menyimpulkan dengan pasti bahwa tidak ada perubahan lebih baik yang bisa diharapkan atas keterpilihannya," ujar Juru Bicara pihak Kremlin, Dmitry Peskov, sebagaimana dilansir AFP dari Kantor Berita Rusia, TASS, Selasa (6/9/2022).
Sikap dingin Rusia ini, pada dasarnya juga tak lepas dari positioning Inggris selama perang Rusia-Ukraina berlangsung, di mana dibanding negara-negara Uni Eropa lain, Inggris dikenal merupakan salah satu pendukung utama nan loyal terhadap pemerintahan Ukraina.
Dengan demikian, pihak Rusia melihat bahwa sosok Truss yang notabene merupakan mantan Menteri Luar Negeri pada kabinet pemerintah sebelumnya, tak bisa dilepaskan dari pilihan politik Inggris sebagai sekutu Ukraina. (TSA)
Penulis: Nur Pahdilah