sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Jalan Berliku Program Makan Siang Gratis, Harga Pangan Naik hingga Potensi Korupsi

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
29/02/2024 18:30 WIB
Kondisi naiknya harga pangan bisa menjadi risiko fiskal bagi realisasi program makan siang gratis.
Jalan Berliku Program Makan Siang Gratis, Harga Pangan Naik hingga Potensi Korupsi. (Foto: Freepik)
Jalan Berliku Program Makan Siang Gratis, Harga Pangan Naik hingga Potensi Korupsi. (Foto: Freepik)

Menurut Hasran, namun karena peningkatan produksi itu tdk bisa terlaksana dalam waktu satu dua tahun, maka untuk mengeksekusi program kerja jangka pendek pemerintah butuh combine source dari impor.

Hasran menambahkan, yang perlu menjadi perhatian juga adalah pasokan domestik akan mengalami kenaikan permintaan karena akan terjadi perebutan sumber bahan baku dan hargannya akan naik.

“So harga domestik naik, impor naik tapi produktivitas belum tantu naik. Alih2 memberi makan segelintir orang, kenaikan harga pangan akan membebani seluruh masyarakat Indonesia.Itu kita baru bicara produktivitas dan impor, belum lagi kalau kita bicara fiskalnya,” lanjut Hasran.

  1. Risiko Korupsi dan Nepotisme

Program makan siang gratis juga berisiko dalam memunculkan korupsi. Ini karena banyaknya rapor merah dalam pengelolaan program skala besar, seperti kasus korupsi bantuan sosial atau bansos, dana desa, hingga program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, program in akan dilaksanakan mulai 2025.

"Untuk program yang menjadi quick win dari presiden terpilih nanti atau pemerintah mendatang, itu pos-posnya sudah bisa masuk (rancangan APBN 2025)," kata Airlangga usai Rapat Terbatas di Istana Negara, Senin (26/2/2024).

Menurut Airlangga, program makan siang gratis ini akan diberikan untuk balita dan ibu hamil. Kemudian tahap selanjutnya untuk murid TK, SD, SMP, dan daerah yang memiliki angka stunting tinggi.

Terlebih, anggaran makan siang gratis dipatok Rp15.000 per anak. Ada yang sangsi akan kecukupan gizi dari makanannya, ada pula yang khawatir anggarannya disunat di tiap tingkatan dan makanan yang diterima tak sesuai harapan.

Berkaca pada kasus anggaran stunting yang cukup besar namun dalam pelaksanaannya masih butuh diawasi.

Padahal, belum lama Presiden Joko Widodo menyoroti banyaknya APBN hingga APBD yang tak tepat guna termasuk anggaran stunting.

Jokowi mengungkap, ada daerah yang menganggarkan penanganan stunting senilai Rp 10 miliar. Namun, dari jumlah tersebut, mayoritas justru digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas.

“Contoh, ada anggaran stunting, 10 miliar, coba cek liat betul untuk apa 10 miliar itu. Jangan membayangkan nanti ini dibelikan telur, susu, protein, sayuran,” kata Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 pada pertengahan tahun lalu.

Tahun ini, pemerintah akan kembali memberikan bantuan pangan pengentasan stunting kepada 1,4 juta keluarga berisiko stunting (KRS) sesuai data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 

Adapun, paket bantuan berupa 1 kg daging ayam Karkas atau sekitar 0,9 - 1,1 kg dan 10 butir telur untuk satu keluarga berisiko stunting.

Menu pencegah stunting dalam program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Kota Depok tengah menjadi sorotan usai viral di media sosial. Pasalnya, menu yang disediakan hanya nasi, kuah sup, sawi, dan tahu yang dibungkus wadah bening dengan tutup warna-warni bergambar Wali Kota Depok Mohammad Idris dan Wakil Wali Kota Imam Budi Hartono.

Pemerintah Kota Depok seharusnya memberikan makanan yang bergizi, seperti telur, ikan, atau daging. Terlebih, anggaran program tersebut sekitar Rp 4,4 miliar, dengan rincian Rp 18.000 untuk satu paket makanan.

Sementara menurut publikasi CIPS, dari segi konsumsi, Indonesia sendiri masih dihadapkan dengan tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakatnya.

Keterjangkauan pangan inilah yang memainkan peran penting dalam memengaruhi kesejahteraan gizi individu. Meski tampak mengalami perbaikan, 21,6 persen anak-anak Indonesia di bawah lima tahun (balita) menderita malanutrisi kronis (stunting).

Untuk mencapai tujuan ambisius mengurangi tingkat stunting menjadi 14 persen pada akhir 2024, Indonesia harus meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan pangan bergizi serta mempromosikan kebiasaan konsumsi pangan yang lebih sehat.

Dari data yang mencakup harga pangan di 90 kota pada 2021 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari Maret 2021, sekitar 68 persen, atau hampir 184 juta penduduk Indonesia, tidak mampu membeli makanan yang bergizi seimbang.

Ini berarti program makan siang gratis akan mendapat tantangan dari sisi kesiapan fiskal, risiko korupsi yang menghantui, hingga ketepatan sasaran program yang bisa berdampak sistemik bagi masyarakat Indonesia. (ADF)

Halaman : 1 2 3 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement