sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Jurus Jokowi Stimulus Ekonomi Wong Cilik di Akhir Masa Jabatan

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
27/10/2023 07:30 WIB
Kondisi perekonomian Indonesia jelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tumbuh mengesankan.
Jurus Jokowi Stimulus Ekonomi Wong Cilik di Akhir Masa Jabatan. (Foto: MNC Media)
Jurus Jokowi Stimulus Ekonomi Wong Cilik di Akhir Masa Jabatan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kondisi perekonomian Indonesia jelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tumbuh mengesankan.

Pada kuartal II-2023, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) di tengah prediksi suramnya ekonomi global.

Pertumbuhan PDB RI juga lebih tinggi dibanding capaian kuartal I-2023 yang pertumbuhannya 5,04 persen.

Namun, pertumbuhan ekonomi ini tengah diuji oleh sejumlah tantangan. Beberapa sentimen global seperti kenaikan suku bunga yang cukup tinggi di negara-negara ekonomi dunia, dampak perang dan konflik yang belum belum menunjukkan tanda-tanda berakhir sejak tahun lalu, hingga tingginya harga energi mempengaruhi dinamika perekonomian nasioal.

Menjelang akhir jabatannya, Presiden Jokowi mengeluarkan sejumlah kebijakan dan stimulus di tahun ini untuk menjaga ekonomi dan pembangunan di RI tetap pada jalurnya.

Sejumlah kebijakan dan stimulus ini menjadi jurus pamungkas presiden asal Solo tersebut undi tengah kemelut perekonomian global dan sejumlah tantangan ekonomi dalam negeri.

Tantangan Ekonomi di Penghujung Kepemimpinan

  1. Rupiah melemah

Jelang berakhirnya masa jabatan, presiden nampaknya dihadapkan pada persoalan serius dari kinerja mata uang Garuda. Rupiah terus mengalami pelemahan dalam enam bulan terakhir yang telah terdepresiasi sebanyak 8,03 persen.

Rupiah sempat jeblok menyamai level penutupan 6 Januari 2023, melemah Rp15.630 terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa (4/10).

Namun, kinerja rupiah nampaknya terus tertekan. Per Kamis (26/10/2023), rupiah kembali melemah 0,38 persen di level Rp 15.931 per USD. Rupiah saat ini berada di posisi tertinggi sepanjang 2023, atau telah melemah 2,2 persen secara year to date (YTD). (Lihat grafik di bawah ini.)

Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira, melemahnya rupiah secara terus menerus bisa menyebabkan sejumlah persoalan bagi ekonomi nasional.

“Permasalahannya, dengan konsumen yang daya belinya tertekan, tidak akan sanggup membeli barang-barang yang harganya naik cukup tinggi. Terutama barang-barang sekunder atau barang-barang rumah tangga. Masyarakat akan cenderung berfokus pada kebutuhan pokok rumah tangga, misalnya jika akan membeli rumah mereka akan menunggu dulu sampai suku bunga turun. Kemudian juga mau beli mobil dengan kredit akan ditunda,” kata Bhima saat dihubungi IDX Channel, Senin (23/10).

Selain itu, menurut Bhima pelemahan rupiah mendorong bank sentral untuk terus menaikkan suku bunga.

“Kondisi ini menambah beban pelaku usaha karena kenaikan suku bunga di tengah pelemahan kurs akan menciptakan tekanan ganda, jadi harus mewaspadai kedepannya," kata Bhima.

  1. Melemahnya hasil ekspor

Pelemahan rupiah mulai terasa dilihat dari kinerja ekspor yang mengalami kemerosotan. Data terbaru dilaporan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, nilai ekspor melanjutkan tren penurunan pada September 2023.

Nilai ekspor Indonesia turun 5,63 persen dibanding Agustus 2023 mencapai USD20,76 miliar per September 2023.

Ekspor nonmigas September 2023 mencapai USD19,35 miliar, turun 6,41 persen dibanding Agustus 2023

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–September 2023 mencapai USD192,27 miliar atau turun 12,34 persen dibanding periode yang sama tahun 2022.

Menurut laporan BPS, komoditas utama penyumbang ekspor RI mengalami penurunan sepanjang September maupun secara tahunan (yoy). Dua komoditas andalan ini adalah batu bara dan minyak sawit.

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement