sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kaleidoskop 2022: Inflasi di 5 Negara Ekonomi Utama Sepanjang 2022, Inggris Terparah

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
09/12/2022 15:14 WIB
5 negara ekonomi utama dunia mengalami kenaikan inflasi signifikan sepanjang tahun ini.
Inflasi di 5 Negara Ekonomi Utama Sepanjang 2022, Inggris Terparah. (Foto: MNC Media)
Inflasi di 5 Negara Ekonomi Utama Sepanjang 2022, Inggris Terparah. (Foto: MNC Media)

Harga bensin turun di bawah USD4 per galon di bulan Agustus. Pengeluaran konsumen tetap positif karena konsumen terus membelanjakan uang mereka.

Pangsa perumahan yang juga merupakan elemen kunci dari inflasi inti diproyeksi akan tetap tinggi untuk beberapa waktu, karena mengejar kenaikan tajam harga rumah selama dua tahun terakhir.

Diketahui suku bunga KPR di AS sudah mulai naik. Tingkat rata-rata untuk hipotek-30 tahun mencapai 5,78% pada Juli 2022, naik dari hanya 2,9% pada Januari 2021.

Namun, inflasi kemungkinan akan tetap menjadi perhatian. Sementara harga energi yang lebih rendah menekan inflasi umum, namun inflasi inti tetap tinggi.

2. Inggris

Inggris juga menjadi negara ekonomi utama yang mengalami kenaikan inflasi yang cukup tajam tahun ini.

Tingkat inflasi tahunan di Inggris melonjak menjadi 11,1% pada Oktober 2022 dari 10,1% pada September. Angka ini juga jauh lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 10,7%. Dibandingkan bulan September, inflasi telah melonjak 2%, di atas perkiraan 1,7%.

Ini adalah tingkat inflasi tertinggi sejak Oktober 1981, dengan tekanan naik utama berasal dari jasa perumahan dan rumah tangga sebesar 26,6% dibanding bulan sebelumnya sebesar 20,2%.

Namun, kenaikan tersebut tertahan oleh kebijakan Energy Price Guarantee dari pemerintah, dengan rata-rata unit cost gas sebesar 10,3 p/kWh, dan listrik sebesar 34 p/kWh.

Tanpa adanya EPG, harga satuan rata-rata untuk gas dan listrik diperkirakan akan meningkat masing-masing menjadi 14,8 p/kWh dan 51,9 p/kWh.

Kondisi ini akan mendorong inflasi meningkat menjadi sekitar 13,8% seandainya pemerintah tidak melakukan intervensi untuk membatasi harga tagihan energi rumah tangga.

Harga makanan dan minuman non-alkohol juga naik menjadi 16,2% dibanding bulan sebelumnya sebesar 14,5%.

Di sisi lain, biaya transportasi melambat tajam mencapai 8,9% dibanding 10,6% pada bulan September, terutama bahan bakar kendaraan dengan tingkat inflasi mencapai 22,2%.

Inflasi di Inggris ditengarai oleh ketidakstabilan politik dalam negeri di mana negeri Raja Charler III itu telah mengalami pergantian Perdana Menteri (PM) hingga dua kali dalam setahun.

Setelah mengalahkan Boris Johnson dalam pemilihan, Liz Truss menggantikannya sebagai PM Inggris. Namun, hanya 45 hari menjabat, Truss akhirnya digantikan Rishi Sunak.

Desakan mundur Truss bermula ketika ia menetapkan kebijakan Mini Budget dan pemotongan pajak atau tax cut.

Kenaikan pajak perusahaan dibatalkan, mempertahankannya di level 19%. Pemerintahan Truss juga memberlakukan tarif dasar pemotongan pajak penghasilan menjadi 19% pada April 2023 dengan 31 juta orang akan mendapatkan rata-rata uang £170 lebih banyak per tahun.

Kebijakan ini disinyalir sebagai upaya untuk menekan inflasi dan menghindari resesi negeri tersebut. Namun, bak boomerang, kebijakan itu justru memukul Truss mundur dan digantikan oleh PM berdarah Asia pertama.

3. Jerman

Sebagai pusat ekonomi utama di Eropa, Jerman sepertinya juga salah satu yang paling menderita akibat kenaikan inflasi yang cukup tajam.

Diketahui bahwa perekonomian Jerman terpuruk akibat krisis energi yang melanda Der Panzer. Perang Rusia-Ukraina menyebabkan pasokan energi dalam negeri, yang sebagian besar harus dipenuhi dari pasokan Rusia, terpaksa terganggu.

Inflasi Jerman terpantau sedikit mendingin di bulan November, tetapi masih mendekati rekor tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan pada ekonomi terbesar Eropa itu masih perlu diwaspadai.

Mengutip Tradingeconomics, inflasi harga konsumen di Jerman turun menjadi 10% year on year (yoy), turun dari level tertinggi di bulan Oktober sebesar 10,4%.

Namun, tingkat suku bunga di negara ini tetap jauh di atas target Bank Sentral Eropa (ECB) sekitar 2%. Kondisi ini menunjukkan perlunya pengetatan moneter lanjutan untuk memerangi inflasi yang tinggi.

Perlambatan ini disinyalir karena kenaikan biaya energi yang lebih kecil sebesar 38,4% dibanding 43% bulan sebelumnya.

Di sisi lain, harga pangan cenderung meningkat sebesar 21% dibanding bulan sebelumnya sebesar 20,3%.

Peningkatan harga makanan dan energi di Jerman memang telah meningkat pesat sejak perang Rusia-Ukraina dimulai dan memiliki dampak yang besar buat ekonomi Der Panzer.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement