Hingga Maret 2022, penjualan mobil jenis HEV tercatat yang tertinggi yakni mencapai 646 unit. Di tahun sebelumnya, penjualan HEV tercatat paling tinggi sejak 2019 mencapai 2.472 unit. (Lihat tabel di bawah ini.)
Adapun sebanyak 1.594 unit kendaraan teknologi elektrifikasi (electric vehicle, EV) laku terjual dipameran otomotif GAIKINDO Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2022. Angka tersebut melampaui penjualan sepanjang 2021.
Beberapa emiten energi juga mencoba peruntungan dengan adanya kebijakan kendaraan listrik ini. Seperti Indika Energy (INDY), perusahaan batu bara yang baru saja meluncurkan motor listrik mereka dengan merk Alva.
Ada pula kerja sama GoTo Grup (GOTO) dan TBS Energi Utama (TOBA), yang terafiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan, mendirikan joint venture (perusahaan patungan) pengembangan bisnis motor listrik, PT Energi Kreasi Bersama.
Perusahaan konstruksi pelat merah, Wijaya Karya (WIKA) juga menjadi produsen kendaraan listrik Gesits melalui PT. Gesits Technology Indo (GTI).
Sementara untuk kompor induksi, pemerintah bakal memberikan paket kompor listrik gratis kepada 300.000 rumah tangga miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada tahun ini. Masing-masing rumah tangga itu akan mendapatkan paket kompor listrik senilai Rp2 juta.
Dampak dari perpindahan menuju kompor induksi ini juga akan semakin memperkokoh sektor industri logam, mesin, alat transportasi dan elektronika (ILMATE).
Pertumbuhan sektor ini pada kuartal II tahun 2022 sebesar 6,65%, menurut Kemenperin. Kinerja ini melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,44% pada periode yang sama.
“Dilihat dari kontribusinya, sektor ILMATE memegang peranan sebesar 3,87% terhadap perekonomian nasional, dan 24,17% terhadap industri pengolahan nonmigas,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal ILMATE Kemenperin, M. Arifin, Kamis (25/8).
Beberapa taipan akan semakin meraih cuan dampak dari kebijakan perpindahan kompor listrik ini. Di antaranya Hartono bersaudara selaku produsen kompor listrik PT Hartono Istana Teknologi atau yang biasa dikenal dengan merk dagang Polytron.
Tak hanya Polytron, sudah ada 5 perusahaan yang menyatakan minat untuk memproduksi kompor induksi dengan kapasitas 300 ribu hingga 1,2 juta per tahun, menurut Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin.
Pada 2023 beberapa korporasi, seperti PT Adyawinsa Electrical and Power akan memproduksi 1,2 juta perangkat, PT Maspion Elektronik, akan memproduksi 300 ribu perangkat.
Nama lainnya, PT Hartono Istana Teknologi akan memproduksi 1 juta perangkat. Ada pula PT Selaras Citra Nusantara Persada akan memproduksi 300 ribu perangkat, serta PT Sutrado memproduksi 1 juta perangkat.
Di samping itu, ada sekitar 6 perusahaan lain yang berminat memproduksi kompor induksi. Di antaranya, PT Rinnai Indonesia, PT Star Cosmos, PT Sanken Argadwija, PT Kencana Gemilang, PT Teka P&T International, dan PT Winn Appliance.
Ekosistem Kendaraan Setrum dan Kompor Listrik Butuh Diperkuat
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengatakan paket kompor induksi dan alat masaknya diberikan secara percuma kepada pelanggan yang memiliki daya listrik 450 VA dan 900 VA.
Tak hanya itu, pelanggan juga akan mendapatkan fasilitas bebas instalasi dan penambahan daya listrik gratis. Bagi pelanggan yang memiliki daya listrik 450 VA akan ditingkatkan menjadi 3.500 VA, sementara 900 VA bakal dinaikkan jadi 4.400 VA. PLN akan membuat saluran listrik baru di dalam rumah.
PLN menegaskan selisih tambahan daya listrik ini hanya bisa digunakan untuk kompor induksi, tidak bisa untuk keperluan lainya.
Selama ini, pro dan kontra muncul dari masyarakat yang menilai dengan menggunakan kompor induksi, maka daya listrik akan dinaikkan dan menambah beban pembayaran listrik.
Pola transisi ini sebenarnya mirip dengan kebijakan peralihan kompor minyak tanah menuju kompor gas LPG di era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jika memperhatikan polanya, tantangan terberat adalah mengubah kebiasaan atau budaya masyarakat dalam menggunakan kompor untuk kegiatan sehari-hari.
Di sisi kendaraan listrik, Indonesia sebenarnya juga belum terlalu siap sepenuhnya terutama dalam infrastruktur. Meskipun penjualan mobil listrik meningkat, tapi belum didukung dengan infrastruktur yang mumpuni.
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM mencatat ada 267 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Charging Station hingga akhir 2021. Jika dilihat dari wilayahnya, mayoritas atau 101 unit berada di DKI Jakarta.
Selanjutnya, Jatim, Bali & Nusa Tenggara digabung memiliki 43 unit. Jawa Barat memiliki total 37 unit dan Banten memiliki 20 unit.
Lalu, Jawa Tengah dan DIY memiliki total 27 unit. Sumatra memiliki 21 unit dan Banten 20 unit. Terakhir, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku memiliki 18 unit SPKLU. (Lihat tabel di bawah ini.)
Pada 2022, Indonesia menargetkan total SPKLU dapat mencapai 580 unit. Jumlah ini untuk mengakomodasi kendaraan listrik berbasis baterai yang diprediksi dapat mencapai 5.879 unit.
Indonesia menargetkan akan ada 24.720 unit SPKLU pada 2030. Jika pemerintah menargetkan kendaraan listrik sebanyak lima juta unit (mobil dan motor listrik), maka rasio SPKLU dan jumlah kendaraan yang ada adalah 1unit SPKLU banding 200 kendaraan listrik.
Belum lagi, isu pemerataan infrastruktur yang masih terpusat di kota besar seperti Jakarta menyebabkan akses SPKLU jadi terbatas dan tidak merata.
Jika dibandingkan salah satu negara pengguna kendaraan listrik, yakni Norwegia, jumlah ini tidak sebanding. Norwegia menerapkan kebijakan intensifikasi infrastruktur kendaraan listrik dengan membangun jaringan pengisian daya jauh sebelum kendaraan listrik masuk ke pasar otomotif di negara itu.
Pada 2013, sebanyak 4.029 SPKLU dan 127 titik fast-charging kendaraan listrik Norwegia dipersiapkan bahkan jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah kendaraan listrik saat itu yang hanya 9.500 unit.
Di akhir 2020, mengutip situs Parlemen Norwegia, terdapat lebih dari 330.000 mobil listrik baterai (BEV) yang terdaftar di negara ini.