IDXChannel - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bakal meninjau ulang izin kegiatan tambang nikel oleh empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Keempat perusahaan tersebut yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM).
"Tim kami telah melakukan tinjauan lapangan. Terkait kondisi ini, kami melakukan kajian lingkungan hidup strategis, serta meninjau kembali persetujuan lingkungan yang telah diberikan pada keempat lokasi," ujar Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Hanif menilai, keempat perusahaan diduga melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sebab, pulau-pulau kecil dilarang untuk dimasuki aktivitas pertambangan.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 ayat (2), yang berbunyi bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk konservasi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan, industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
"Memang, berdasarkan laporan, keempat perusahaan itu berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan hidup dan terganggunya lanskap serta keanekaragaman hayati (biodiversity) di Raja Ampat," tutur dia..
Hanif menambahkan, sekitar 75 persen spesies koral dunia ada di Raja Ampat. Selain itu, hampir seluruh wilayah atau sekitar 97 persen Kabupaten Raja Ampat merupakan kawasan hutan.
"Kita sudah tahu persis, di Papua Barat Daya terutama Raja Ampat bagaimana keanekaragaman hayatinya. Karena secara geologi, pulau-pulau di sana tersusun dari batuan khas, sehingga hampir di seluruh pulau-pulau kecil tersebut hidup dan berkembang biak spesies koral atau terumbu karang," kata dia.
Sebagai informasi, PT Gag Nikel memegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektare di Pulau Gag ini telah memasuki tahap Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047.
Perusahaan ini telah memiliki dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada 2014, lalu Adendum AMDAL di 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara itu IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dikeluarkan 2015 dan 2018.
Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan 2020. Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 Ha, dengan 135,45 Ha telah direklamasi. PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).
Kemudian PT Anugerah Surya Pratama (ASP) mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 Ha di Pulau Manuran. Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.
Lalu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 Ha di Pulau Batang Pele. Kegiatan masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) juga memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 Ha. Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.
"Yang menjadi perhatian serius kami adalah kerentanan ekosistem Raja Ampat. Maka dari itu, persetujuan lingkungan akan kami tinjau kembali atau pertimbangkan ulang pemberiannya apabila penanganan dan rehabilitasi tidak dilakukan dengan baik," ujarnya.
(DESI ANGRIANI)