IDXChannel - Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai pemerintah dan PT Pertamina harus mengubah konsep bisnis Pertashop. Alasannya, bisnis Pertashop saat ini diketahui banyak yang merugi hingga gulung tikar.
Dia mengungkapkan, dari 448 Pertashop, sekitar 201 merugi. Dari jumlah itu, ada Pertashop yang tutup hingga asetnya terancam disita karena tidak sanggup membayar angsuran bulanan ke bank.
Adapun tingkat kerugian yang dilaporkan pun bervariasi. Sejumlah Pertashop dilaporkan terpaksa menutup usahanya dan sebagian lagi disita asetnya oleh perbankan karena tidak bisa membayar pinjaman.
"Dari perspektif ekonomi dan daya beli masyarakat, konsep bisnis untuk Pertashop kiranya perlu ditata ulang. Kebijakan untuk Pertashop yang hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, pada dasarnya tidak sesuai dengan segmen pasar yang menjadi target," kata dia, Selasa (11/7/2023).
Sekadar informasi, Pertashop didesain dan ditujukan untuk memperluas akses bahan bakar minyak (BBM) ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Karena itu, Pertashop umumnya lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan dan pinggiran kota yang notabene dengan profil masyarakat berpendapatan lebih rendah dibanding masyarakat di perkotaan.
"Ketika Pertashop hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, sementara di SPBU tersedia BBM RON yang lebih rendah, maka masyarakat yang menjadi target pasar berpotensi membeli BBM di SPBU dengan lebih banyak pilihan termasuk dapat memilih untuk membeli BBM RON lebih rendah dengan harga yang lebih murah," tutur dia.
Komaidi menambahkan, kehadiran Pertabotol (penjual BBM eceran) dan Pertamini di wilayah dan bahkan tidak jauh dari lokasi Pertashop menjadi penyebab utama banyaknya Pertashop yang mengalami kerugian. Itu karena Pertabotol dan Pertamini dapat menjual BBM RON lebih rendah yang tidak dapat dilakukan oleh Pertashop.
"Margin usaha niaga BBM seperti Pertashop pada umumnya telah ditetapkan dalam nilai tertentu untuk setiap liternya. Karena itu keberlangsungan bisnis niaga BBM termasuk bisnis Pertashop akan ditentukan oleh besaran volume penjualan yang dapat dilakukan," ujarnya.
Komaidi menuturkan, kebijakan yang hanya membolehkan Pertashop menjual BBM RON tinggi, sementara kegiatan usaha Pertabotol dan Pertamini tidak ditertibkan akan berdampak terhadap pencapaian target minimal penjualan Pertashop. Akibatnya, menurut dia, biaya operasional tidak dapat tertutup dan kemudian merugi.
Karena itu, kata dia, pemerintah perlu menata kembali konsep bisnis Pertashop agar tidak merugikan para pihak, terutama pelaku bisnis.
"Jangan sampai tujuan memperluas akses BBM yang pada dasarnya sangat bagus karena dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi nasional justru menjadi kontraproduktif dan beban bagi pelaku bisnis yang telah berinvestasi di bisnis Pertashop," ucap Komaidi. (RNA)