Tak hanya pencucian uang, kasus penggunaan bitcoin juga marak digunakan oleh jaringan terorisme internasional.
Organisasi teroris internasional di antaranya Al-Qaeda, ISIS, Hamas, Yaqub Foundations, Merciful Hands, Katibat Tauhid, ITMC, Al-Qassam, Ansaar International dan Al Ikhwan, terpantau membiayai operasi mereka menggunakan cryptocurrency pada 2021. Laporan ini juga dirilis oleh Chainalysis pada 16 Februari 2022.
Pendanaan terorisme ini mengacu pada penyediaan dana untuk kegiatan memberikan dukungan keuangan kepada aktor non-negara.
Laporan ini mengungkapkan pada 2019 dan 2020, Al-Qaeda mengumpulkan cryptocurrency melalui saluran Telegram dan grup Facebook. Biro Investigasi Federal (FBI), HIS (Homeland Security Investigations), dan IRS-CI (Internal Revenue Service, Criminal Investigation) telah menyita lebih dari USD1 juta dari operator money service business (MSB) yang memfasilitasi beberapa transaksi ini.
Mengapa instrument kripto menjadi sasaran empuk kegiatan kejahatan keuangan seperti money laundering hingga transaksi terkait terorisme?
Jawaban sederhana adalah karena instrumen ini luput dari pengawasan otoritas terkait, bahkan selevel negara. Bahkan pengawasan terhadap aset kripto masih belum lama diberlakukan.
Di Amerika Serikat, Departemen Kehakiman belum lama mengumumkan bahwa Biro Investigasi Federal (FBI) sedang membentuk tim khusus baru yang didedikasikan untuk menangani kejahatan kripto.
Di Indonesia, pengawasan aktivitas kripto berpindah dari awalnya dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (ADF)