Guild mengatakan suka atau tidak, batu bara telah memberikan keuntungan ekonomi politik yang signifikan bagi Indonesia dalam beberapa bulan terakhir.
Negara ini juga telah banyak berinvestasi dalam sistem yang ditambatkan oleh batu bara, dan jika itu ingin berubah, perlu ada model pasokan dan distribusi energi alternatif.
"Tidak ada gunanya mengatakan berhenti membangun pembangkit listrik tenaga batu bara, tanpa memikirkan penggantian yang layak dan realistis," ungkapnya.
"Jadi jika Anda mengharapkan Indonesia berkomitmen secara kredibel untuk beralih dari batu bara, perlu jelas apa yang mereka dapatkan sebagai imbalannya," imbuh Guild.
Dukungan itu dapat mencakup berbagai hal seperti investasi dalam pembuatan kendaraan listrik, alih teknologi dan keterampilan yang terkait dengan pengembangan energi terbarukan, dan tentu saja pembiayaan dan investasi.
Dan banyak pemain yang mampu menawarkan insentif seperti itu akan berkumpul di Bali bulan depan.
Indonesia masih perlu melakukan banyak hal, terutama finalisasi kerangka regulasi dan legislatif melalui proses pembuatan undang-undang yang mengikat.
"Tetapi jika penyandang dana dan pemangku kepentingan datang ke meja tanpa tanggapan yang baik terhadap teka-teki insentif di atas, maka komitmen apa pun yang muncul dari KTT G-20 kemungkinan akan sama singkat dan tidak realistisnya dengan komitmen yang telah keluar dari KTT internasional sebelumnya," pungkas Guild. (NIA)
Penulis: Ahmad Dwiantoro